Komnas HAM Selidiki Penembakan Warga Sipil di Kota Sorong, Pihak TNI Belum Bisa Ditemui

CHANRY SURIPATTY
Aparat TNI dan Polri dikerahkan atasi aksi massa anarkis di Jalan Baru, Kota Sorong beberapa waktu lalu. [INSERT FOTO : Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey]

 

SORONG KOTA, iNewssorongraya.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua mulai mengusut peristiwa penembakan warga sipil dalam aksi massa anarkis di Kota Sorong, 27 Agustus 2025 lalu. Investigasi dilakukan menyusul desakan publik setelah pemindahan empat tahanan politik ke Makassar memicu gelombang protes di berbagai daerah di Tanah Papua.

Puluhan warga sipil, termasuk anak-anak, serta aparat kepolisian dan TNI menjadi korban dalam kerusuhan di Kota Sorong tersebut. Selain itu, sejumlah fasilitas pemerintah ikut dirusak massa, bahkan kediaman pribadi Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu tak luput dari sasaran.

Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menegaskan pihaknya telah mengumpulkan bukti dan dokumen penting terkait kebijakan pemindahan empat tahanan politik yang menjadi pemicu kerusuhan.

“Kami ingin memastikan kronologi kejadian, mengidentifikasi korban sipil maupun aparat, dan menelusuri kerusakan yang timbul. Sejak 3 September kami sudah menemui puluhan warga sipil, korban, hingga pejabat daerah,” kata Frits, Jumat (5/9/2025).

Rangkaian Investigasi Komnas HAM

Tim Komnas HAM telah mendatangi keluarga korban, termasuk rumah Saudari Sayang Mandabayan yang videonya viral terkait dugaan penangkapan paksa suaminya, Yance Manggaprow oleh pihak Kepolisian. Mereka juga bertemu Gubernur Elisa Kambu di kantor dan kediaman pribadinya, melakukan rekonstruksi posisi kejadian, hingga mengecek kerusakan mobil pribadi gubernur.

Selain itu, dokumen resmi pemindahan tahanan politik juga sudah dikantongi setelah tim mendatangi Kejaksaan Negeri. Kapolda Papua Barat Daya Brigjen Pol Gatot Haribowo dan Kapolresta Sorong Kota, Kombes Pol. Amry Siahaan juga telah dimintai keterangan terkait prosedur pengamanan aksi massa.

“Kami bahkan memeriksa korban penembakan Maikel Welerubun di RS Selebe Solu. Dari tindakan medis, ditemukan benda asing menyerupai peluru dalam tubuh korban. Temuan ini sudah kami rekomendasikan untuk diuji forensik,” jelas Frits.

Bukti, CCTV, dan Dugaan Proyektil

Menurut Komnas HAM, bukti yang dikumpulkan meliputi testimoni korban, dokumen resmi, rekaman CCTV, hingga benda asing dari tubuh korban. Polda Papua Barat Daya sudah menurunkan tim forensik, namun klarifikasi dari pihak TNI masih belum didapatkan.

“Kami sudah bersurat kepada Danrem 181 Praja Vira Tama. Klarifikasi dari TNI penting agar investigasi ini terang benderang,” tegas Frits.

Restoratif Justice dan Tanggung Jawab Negara

Dalam kesempatan itu, Komnas HAM juga menyoroti upaya penyelesaian pasca-kerusuhan. Frits menegaskan, tanggung jawab pemulihan korban sepenuhnya berada di tangan negara.

“Restoratif justice yang dilakukan Pemda tidak bisa berhenti pada ganti rugi saja. Negara harus memastikan pemulihan korban, termasuk menjamin akses keluarga tahanan politik yang dipindahkan,” ujarnya.

Gubernur Elisa Kambu, kata Frits, sudah memberikan jaminan pembiayaan penuh bagi korban luka, termasuk perawatan medis Maikel Welerubun.

Gelombang Aksi di Papua

Kerusuhan Sorong menjadi pemicu solidaritas di beberapa daerah Papua. Setelah 27 Agustus, aksi serupa terjadi di Manokwari, Jayapura, Wamena, hingga Nabire. Puncaknya pada 2 September, demonstrasi berlangsung masif di berbagai titik, salah satunya Jayapura.

Komnas HAM menekankan, pengungkapan kasus ini bukan hanya soal mencari pelaku, tetapi juga menguji apakah tindakan aparat sesuai prosedur.

“Negara wajib hadir. Presiden sudah memerintahkan Menhan, Menko Polhukam, Panglima TNI, dan Kapolri untuk memberi akses penuh dalam investigasi ini,” ujar Frits.

Harapan Komnas HAM

Selain mengusut kasus penembakan, Komnas HAM juga mendorong percepatan proses sidang empat tahanan politik yang dipindahkan ke Makassar. Bahkan, Frits menilai pemberian pengampunan presiden bisa menjadi langkah strategis dalam meredam konflik berkepanjangan di Papua.

“Kalau Presiden memberi pengampunan, itu lebih terhormat dan bisa diapresiasi masyarakat internasional,” pungkasnya.

 

Editor : Hanny Wijaya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network