JAYAPURA, iNewsSorong.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua mendesak agar kasus pembunuhan Kesya Lestaluhu (22) disidangkan di pengadilan umum. Korban ditemukan tewas di Pantai Saoka, Kota Sorong, Papua Barat Daya, pada Minggu, 12 Januari 2025. Kasus ini melibatkan seorang anggota TNI AL, Kelasi Satu Agung Suyono Wahyudi Ponidi, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frist Ramandey, menyatakan bahwa proses persidangan di peradilan umum akan mempermudah penyelidikan, menghadirkan saksi secara transparan, dan memberikan akses pengawasan publik terhadap proses hukum.
“Pelaku sebaiknya menjalani sidang disiplin militer terlebih dahulu dan segera dipecat. Selanjutnya, kasusnya disidangkan di pengadilan umum agar saksi dapat memberikan keterangan tanpa pengaruh apa pun,” ujar Frist Ramandey di Jayapura, Jumat (24/1/2025).
Menurut Frist, langkah ini penting untuk memulihkan citra TNI di mata publik. “Kasus ini murni tindakan kriminal dan tidak ada kaitannya dengan institusi TNI. Pemecatan pelaku serta pengusutan kasus ini secara tuntas dapat memperbaiki citra TNI dan memastikan keadilan bagi korban,” tegasnya.
Komnas HAM juga mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima pengaduan resmi dari keluarga korban, tetapi tetap memantau perkembangan kasus tersebut. “Kami terus memantau proses hukum meskipun belum ada pengaduan formal dari keluarga korban,” tambah Frist.
Sebelumya diberitakan, Kelasi Satu Agung Suyono Wahyudi Ponidi ditahan di Mako POMAL Lantamal XIV Sorong dan dijerat dengan Pasal 340 KUHP Militer tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup. Menurut Kepala Seksi Penyelidikan Kriminal Polisi Militer Angkatan Laut, Mayor (PM) Anton Sugiharto, tindakan keji pelaku dipicu oleh ketidakpuasan emosional dan pengaruh alkohol.
“Kejadian ini dipicu oleh penghentian hubungan intim secara mendadak oleh korban. Di bawah pengaruh alkohol, pelaku kemudian menghabisi nyawa korban secara brutal,” ungkap Mayor Anton dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa korban dan pelaku baru saja berkenalan di sebuah tempat hiburan malam di Kota Sorong. Mereka meninggalkan lokasi bersama pada Minggu dini hari dan pergi ke lokasi kejadian dengan menggunakan mobil Toyota. Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk pakaian korban, mobil, dan rekaman CCTV, namun senjata tajam yang digunakan pelaku masih dicari.
Namun, temuan dalam rekonstruksi kasus yang digelar POMAL Lantamal XIV Sorong pada Senin (20/1/2025) memunculkan kejanggalan. Rekonstruksi mengungkap bahwa pembunuhan dilakukan setelah pelaku mencapai klimaks usai berhubungan intim dengan korban. Hal ini bertentangan dengan pernyataan awal yang menyebut emosi pelaku dipicu oleh penghentian hubungan secara tiba-tiba.
Keluarga korban juga meragukan kebenaran fakta yang diungkap selama proses penyelidikan. Pengacara keluarga korban menilai penerapan Pasal 340 KUHP Militer terhadap pelaku tidak tepat. Ibunda korban bahkan meyakini bahwa pelaku pembunuhan lebih dari satu orang dan eksekusi terhadap korban tidak terjadi di lokasi penemuan jenazah.
“Kami yakin ini bukan tindakan tunggal, dan lokasi eksekusi bukan di Pantai Saoka. Ada kejanggalan yang harus diusut lebih lanjut,” ujar ibunda korban.
Kasus pembunuhan ini menjadi perhatian luas, terutama karena melibatkan oknum TNI. Komnas HAM, keluarga korban, dan masyarakat berharap agar kasus ini diusut secara transparan, tanpa menutup-nutupi fakta yang sebenarnya. Proses hukum yang terbuka dinilai menjadi langkah penting untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya, sekaligus memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dan militer di Indonesia.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait