“Kami berharap instansi pemerintah ke depan lebih mempertimbangkan aspek budaya dan sosial sebelum melakukan kegiatan yang menyangkut adat istiadat Papua,” ujarnya.
Ia juga menyerukan agar setiap kegiatan resmi yang berkaitan dengan adat, budaya, dan sosial masyarakat Papua, selalu melibatkan lembaga adat, MRP, dan tokoh masyarakat agar tidak menimbulkan keresahan.
Sementara itu, Kepala BBKSDA Papua Johny Santoso dalam klarifikasi terkait polemik yang terjadi, menjelaskan bahwa pemusnahan aksesori Cenderawasih dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, yaitu Permen LHK Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Pemusnahan dilakukan sesuai aturan, dengan pertimbangan hasil kesepakatan tim patroli terpadu dan permintaan kelompok masyarakat pemilik benda agar tidak disalahgunakan,” ujar Johny dalam keterangan pers di Kantor BBKSDA Abepura, Rabu (22/10/2025).
Ia menegaskan bahwa langkah itu diambil untuk memutus rantai perdagangan ilegal satwa dilindungi, khususnya burung Cenderawasih, serta menegakkan hukum yang berlaku. Namun, ia juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas dampak sosial dan kultural yang ditimbulkan.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait
