SORONG, iNewssorongraya.id – Aktivitas penambangan nikel oleh PT Gag Nikel di Kabupaten Raja Ampat kembali mencuat ke publik. Pemerintah pusat secara resmi membuka kembali izin operasi perusahaan tambang tersebut sejak 3 September 2025. Namun, langkah ini memunculkan pro dan kontra di masyarakat, terutama karena sensitivitas lingkungan di kawasan Raja Ampat yang dikenal sebagai “surga kecil” dunia.
Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan penuh atas izin maupun penghentian tambang. Menurutnya, semua keputusan mutlak berada di tangan pemerintah pusat.
“Soal perizinan ini memang merupakan kewenangan pemerintah pusat, begitu juga dengan keputusan untuk memperpanjang atau menghentikan kegiatan. Jika pemerintah pusat menilai bahwa hal tersebut tidak melanggar aturan, silakan saja. Kami di daerah tidak punya kewenangan dalam hal itu,” ujar Elisa Kambu saat ditemui awak media di Kantor Gubernur PBD, Senin (15/9/2025).
Fokus Pemda pada Keamanan dan Kewajiban Perusahaan
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia didampingi Gubernur PBD, Elisa Kambu saat mengunjungi pulau GAG beberapa waktu lalu. [FOTO : Dok iNewssorongraya.id]
Meski tidak bisa mencampuri urusan perizinan, Elisa menekankan bahwa pemerintah daerah tetap mendorong perusahaan tambang untuk memenuhi kewajiban mereka, terutama soal tanggung jawab lingkungan dan sosial.
“Reklamasi yang sudah dilakukan maupun yang direncanakan untuk diperluas harus dikawal dengan ketat. Karena ini menjadi urusan pemerintah pusat, maka fokus kami di daerah lebih kepada menjaga keamanan dan ketertiban,” jelasnya.
Elisa juga berharap keberadaan PT Gag Nikel mampu memberikan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat sekitar, terutama penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan warga.
Pulau Wayag Masih Dipalang, Pemda Cari Jalan Tengah
Ikon wisata dunia, pulau Wayag Raja Ampat yang masih dipalang masyarakat adat.[FOTO : iNewssorongraya.id]
Di sisi lain, polemik masih menyelimuti Pulau Wayag yang hingga kini ditutup akibat konflik pasca pencabutan sejumlah izin tambang. Elisa mengaku akan menempuh pendekatan persuasif dengan masyarakat untuk membuka kembali akses wisata tersebut.
“Saat ini masyarakat masih marah. Karena itu, kami akan masuk dengan pendekatan yang lebih baik. Kami ingin ada konsolidasi antara masyarakat, pemerintah, dan kelompok-kelompok pemerhati lingkungan, khususnya yang fokus pada pemberdayaan masyarakat,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah daerah akan menghormati keputusan masyarakat terkait pemalangan Wayag, selama tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan umum. “Intinya, kita semua sepakat bahwa Raja Ampat adalah surga kecil yang harus kita jaga bersama,” pungkasnya.
Pemerintah Pusat Pastikan Dampak Lingkungan Terkendali
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia dan rombongan saat meninjau areal pertambangan di Pulau GAG, Raja Ampat beberapa waktu lalu. [FOTO : Dok iNewssorongraya.id]
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, memastikan bahwa aktivitas PT Gag Nikel tetap dalam pengawasan ketat. Audit lingkungan yang diperintahkan Presiden Prabowo telah dilakukan dan dinyatakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Bapak Presiden ingin dilakukan penataan yang lebih serius, sehingga dilakukan audit lingkungan untuk meyakinkan kita semua bahwa dampak yang ditimbulkan dari tambang PT Gag Nikel bisa dimitigasi dengan baik,” kata Hanif di Denpasar, Bali, Minggu (14/9/2025).
Hanif menyebut pengawasan tambang yang sebelumnya dilakukan setiap enam bulan sekali, kini akan diperketat menjadi dua bulan sekali. Ia juga memastikan izin usaha pertambangan dan izin lingkungan PT Gag Nikel sudah lengkap, meski masih ditemukan pelanggaran minor yang dinilai masih dalam batas toleransi.
Antara Ekonomi dan Lingkungan
Jurnalis iNews TV, Chanry Suripatty saat melakukan tugas jurnalistik di areal pertambangan Pulau GAG Raja Ampat. [FOTO : Dok. iNewssorongraya.id]
Dengan keluarnya izin ini, wajah pertambangan di Raja Ampat kembali berada di persimpangan: antara kebutuhan investasi ekonomi dan upaya menjaga kelestarian lingkungan. Pemerintah pusat memberi lampu hijau, sementara pemerintah daerah menegaskan sikap pasrah, namun tetap menuntut perusahaan agar menjalankan kewajibannya secara penuh.
Publik kini menunggu, apakah langkah ini benar-benar bisa menghadirkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian ekologi, atau justru memicu polemik baru di kawasan konservasi dunia.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait
