JAKARTA, iNewssorongraya.id – Pemerintah menegaskan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan difokuskan pada wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan pendekatan yang bukan hanya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga mendorong tumbuhnya ekonomi lokal.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan, sebanyak 141 satuan tugas (satgas) telah dibentuk untuk mempercepat pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah 3T. Menurutnya, program ini mendesak karena angka stunting di wilayah 3T masih tinggi dan perlu penanganan segera.
“Daerah 3T menjadi prioritas karena layanan gizi di wilayah ini sangat mendesak. Program MBG penting untuk menekan stunting, membuka lapangan kerja, sekaligus memperkuat rantai pasok lokal,” jelas Tito.
806 Titik Dapur MBG di Daerah 3T
Data pemerintah mencatat, sudah ada 806 titik yang memenuhi syarat untuk pembangunan dapur MBG di daerah 3T. Dari jumlah tersebut, 264 dapur akan dibangun oleh Kementerian PUPR, sementara 542 sisanya ditangani Badan Gizi Nasional (BGN).
Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menekankan bahwa MBG bukan hanya sekadar bantuan sosial, melainkan bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang.
“Fokus percepatan pembangunan SPPG diarahkan pada wilayah 3T serta kawasan PLBN, mengingat kebutuhan layanan gizi yang sangat mendesak dan pentingnya kehadiran negara di lokasi tersebut,” ujar Dody.
Ia menambahkan, program MBG juga mendukung target PU608 untuk menurunkan angka kemiskinan, memperbaiki rasio investasi (ICOR), serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
SPPG sebagai Pusat Ekonomi Baru
Selain aspek gizi, program MBG diproyeksikan mampu mendorong ekonomi lokal melalui pemanfaatan produk pertanian, perikanan, dan perkebunan. Guru Besar Ilmu Gizi IPB University, Prof. Hardinsyah, menilai keberadaan dapur MBG dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah 3T.
“Kalau di satu kecamatan ada lima SPPG, maka enam bulan sebelum berdiri petani, peternak, dan nelayan harus mulai menyiapkan produksi sesuai kebutuhan. Dengan begitu, rantai pasok pangan lokal bisa diperkuat,” tegas Hardinsyah.
Menurutnya, komoditas lokal yang sebelumnya kurang terserap pasar akan memiliki nilai tambah karena langsung terhubung dengan kebutuhan dapur MBG.
Pentingnya Koordinasi Lintas Level
Prof. Hardinsyah juga mengingatkan bahwa keberhasilan program ini tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah pusat.
“Pengelolaan SPPG tidak hanya berhenti pada pusat, tetapi juga harus diperkuat di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa agar program ini benar-benar berdampak bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Dengan demikian, program MBG di daerah 3T diharapkan bukan hanya menyelesaikan masalah gizi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, memperkuat rantai pasok pangan, serta membuka peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait