KANGGIME, iNewssorongraya.id – Di tengah heningnya alam Papua Pegunungan yang jauh dari hiruk pikuk kota, asa terus menyala dari wajah-wajah muda pelajar SMA Negeri 1 Kanggime, Kabupaten Tolikara. Menjelang peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025, mereka hadir sebagai potret nyata dari generasi emas Papua yang tak gentar menghadapi keterbatasan demi meraih cita-cita.
Suasana belajar mengajar di SMA Negeri 1 Kanggime.
Berlokasi di jalur Trans Papua, antara Tolikara dan Puncak Jaya, sekolah ini menjadi tumpuan harapan pendidikan bagi anak-anak dari pelosok pegunungan. Tak jarang, pelajar harus menempuh belasan kilometer dengan berjalan kaki, melintasi medan longsor dan jalan berlumpur hanya untuk sampai di ruang kelas.
Marince Wenda, pelajar berprestasi di SMA Negeri 1 Kanggime
Walau sekolah kami di pedalaman, kami tetap semangat. Kami ingin menjadi guru, dokter, dan pemimpin agar Papua maju,” ujar Marince Wenda, pelajar berprestasi di SMA Negeri 1 Kanggime, dengan mata berbinar.
Para siswa SMA Negeri 1 Kanggime sedang serius mengikuti mata pelajaran Informatika.
Sekolah ini memiliki dua laboratorium — IPA dan komputer — yang menjadi keunggulan tersendiri di wilayah terpencil. Namun, keterbatasan listrik membuat mereka harus mengandalkan mesin diesel agar kegiatan belajar berbasis teknologi tetap berjalan. Ari Tabuni, salah satu siswa yang menyukai pelajaran komputer, mengaku semangat belajar karena ingin menjadi guru dan mendorong anak-anak Papua agar tak putus sekolah.
Ari Tabuni, pelajar SMA Negeri 1 Kanggime.
“Saya bersyukur bisa belajar komputer meski harus menyesuaikan dari nol. Kami belajar Word, Excel, dan bahkan sedang mencoba membuat aplikasi absensi otomatis,” kata Ari.
Kiki Rizky Santoso, guru informatika di sekolah tersebut, menyampaikan bahwa hampir semua siswa baru mengenal komputer saat masuk SMA. “Anak-anak di sini awalnya takut menyentuh mouse atau keyboard. Tapi sekarang, beberapa sudah bisa membuat aplikasi sederhana lewat Excel. Ini luar biasa,” ungkapnya.
Kiki Rizky Santoso, guru informatika SMA Negeri 1 Kanggime
Kondisi pendidikan di Kanggime memang jauh dari kata ideal. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kanggime, Catur Sabdo Wahono, S.Pd., mengungkapkan masih ada siswa kelas 10 yang belum lancar membaca. "Tingkat literasi sangat rendah. Bahkan banyak guru harus merangkap hingga tiga mata pelajaran karena kekurangan tenaga pendidik," jelasnya.
Lebih jauh, Catur menyoroti minimnya perhatian pemerintah daerah. Guru-guru masih tinggal di asrama siswa yang dialihfungsikan, dan akses jalan menuju sekolah masih sulit dilalui. Ia berharap Dinas Pendidikan tidak hanya menuntut laporan administratif, tetapi juga aktif melakukan kunjungan langsung ke sekolah-sekolah pedalaman.
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kanggime, Catur Sabdo Wahono, S.Pd
Di tengah segala keterbatasan, pelajar SMA Negeri 1 Kanggime tetap menunjukkan semangat luar biasa. Mereka belajar bukan hanya demi diri sendiri, tapi juga untuk tanah kelahiran mereka — Papua. Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar 30 persen yang dialokasikan untuk pendidikan, menjadi penentu apakah harapan anak-anak ini bisa terwujud atau terus tertunda.
Ornando Yigibalom, Guru SMA Negeri 1 Kanggime.
Dalam perjalanan pulang ke rumah mereka, tekad dan harapan dari siswa-siswa di Kanggime membekas kuat. Masa depan Papua, sesungguhnya sedang dibangun pelan-pelan di ruang kelas sederhana, di jantung pegunungan yang sunyi.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait