Robert Kardinal Ultimatum Kemendagri: 3 Pulau Sain, Piyai, Kiyas Milik Papua Barat Daya
JAKARTA, iNewsSorongraya.id – Anggota DPR asal Daerah Pemilihan Papua Barat Daya, Robert J. Kardinal, mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengambil keputusan tegas terkait status tiga pulau sengketa - Sain, Piyai, dan Kiyas—agar resmi masuk ke wilayah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya (PBD).
Robert menegaskan, bukti sejarah yang tersimpan di Arsip Nasional Belanda memperlihatkan bahwa sejak era kolonial, ketiga pulau tersebut merupakan bagian dari Nieuw-Guinea Belanda yang kini masuk ke wilayah Papua Barat Daya.
“Tiga pulau itu tidak perlu diperdebatkan. Fakta sejarah jelas menyebutkan Sain, Piyai, dan Kiyas milik Papua Barat Daya dan masuk ke Raja Ampat. Tidak usah bertele-tele,” kata Robert di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Robert meminta Mendagri Tito Karnavian dan Wakil Mendagri Ribka Haluk tidak ragu dalam mengambil keputusan. Ia menilai ketidakjelasan status hanya memicu ketegangan antarwilayah.
“Ini soal kejelasan batas wilayah. Kalau dibiarkan berlarut-larut, justru memicu konflik sosial di masyarakat,” ujarnya.
Menurut Robert, konflik yang belakangan muncul di Halmahera Tengah, Maluku Utara, hingga berujung pada pembakaran rumah bantuan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, adalah akibat dari lambannya penegasan Kemendagri.
“Pembakaran rumah bantuan itu tindakan kriminal. Saya minta Polda Maluku Utara segera memproses pelaku. Kalau dibiarkan, kami akan menyurati Mabes Polri. Negara rugi karena rumah yang dibakar dibangun dengan uang rakyat,” tegasnya.
Penegasan Robert turut diperkuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi. Ia menyebut dokumen kolonial Belanda, termasuk laporan Verslag Van De Militaire Exploratie van Nederlandsch-Nieuw-Guinee (1907–1915), dengan jelas memisahkan Papua dari Maluku.
“Dalam laporan itu, Nieuw-Guinea atau Irian Barat sudah dipisahkan dari Maluku Utara. Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas masuk dalam jajaran Raja Ampat,” kata Freddys seperti dilansir dari laman media online, visi.news.
Ia juga mengutip ekspedisi Justin Modena dan Arnoldus Johanes van Delden pada 1828 serta peta Belanda tahun 1915, yang menunjukkan bahwa letak geografis tiga pulau tersebut lebih dekat ke Raja Ampat daripada Maluku Utara.
“Kita harus membaca sejarah Papua dengan benar dan bijak. Jangan sampai ada kekeliruan yang berulang,” tambah Freddy.
Robert menilai, kepastian status tiga pulau itu mendesak untuk meredam potensi konflik antarprovinsi. Meski demikian, ia menegaskan persoalan ini tidak akan mengubah posisi Indonesia sebagai satu kesatuan.
“Mau masuk Papua Barat Daya atau Papua, tetap dalam bingkai NKRI. Jadi jangan memperdebatkan sesuatu yang sudah jelas,” pungkasnya.
Editor : Chanry Suripatty