BUMD Mandek, PAD Tak Bertambah
Arfan menegaskan, keberadaan BUMD seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan melibatkan masyarakat dalam sektor usaha. Namun, fakta di lapangan menunjukkan stagnasi.
“Penyertaan modal itu harusnya dikembalikan lewat bisnis yang menghasilkan. Sektor riil BUMD seperti apa, kita belum tahu. APH harus masuk dan minta pertanggungjawaban, karena ini bukan uang kecil, ini investasi besar,” ujarnya.
Arfan juga meminta agar Direktur BUMD Raja Ampat, Hasan Lira, diperiksa. Ia menilai, sebagai pengurus sejak 2017, Hasan tak mungkin tidak mengetahui aliran dana tersebut.
“Yang jadi pertanyaan, kemana Rp10 miliar itu? Dia (Hasan) juga pengurus. Tahun 2019 dia jadi Direktur, masa tidak ada penyertaan modal, lalu dia mau ngapain sebagai Direktur?” sindir Arfan.
Klarifikasi Hasan Lira dan Kronologi
Klarifikasi dari pihak BUMD justru memunculkan babak baru polemik ini. Hasan Lira menegaskan, dana Rp10 miliar bukan dicairkan pada 2020, melainkan pada 2017 saat Jhon Tampubolon menjabat Direktur Utama dan dirinya sebagai sekretaris.
Hasan menjelaskan, pada 2019 Jhon mundur karena permintaan penambahan modal ditolak Bupati Abdul Faris Umlati. Ia kemudian ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur pada 2020 dan mengusulkan 12 program kerja pada 2021. Namun, seluruh proposal tersebut ditolak Pemda dengan alasan pandemi COVID-19.
Hasan bahkan mengungkapkan bahwa pencairan dana dilakukan oleh Orideko Iriano Burdam, kala itu menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Raja Ampat.
“Sejak saya Plt hingga definitif, tidak pernah ada realisasi pengajuan program oleh Pemda. Penting bagi saya untuk meluruskan agar publik mendapatkan informasi yang benar,” kata Hasan.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait