Dua Siswa SMA Diduga Dianiaya Oknum Kepala Sekolah dan Guru SD di Kofiau Raja Ampat

RAJA AMPAT, iNewssorongraya.id – Kasus dugaan kekerasan oleh tenaga pendidik kembali mencoreng wajah dunia pendidikan di Papua Barat Daya. Dua tenaga pendidik, yakni BW (oknum Kepala Sekolah SD di Distrik Kofiau) dan RI (guru SD setempat), diduga melakukan pemukulan terhadap dua siswa SMA Negeri 3 Kofiau, YR dan rekannya, pada Rabu (1/10/2025) pagi.
Peristiwa ini memicu kemarahan keluarga korban dan warga setempat. Keluarga korban menilai tindakan tersebut bukan lagi bentuk pembinaan, melainkan kekerasan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pendidik.
“Kami tidak menolak kalau guru menegur atau mendidik anak-anak dengan tegas. Tapi cara mendidik yang dilakukan ini sangat tidak terpuji dan sudah melewati batas. Mereka bukan lagi mendidik, tetapi menganiaya,” ujar Alan Ambrauw, kakak korban YR, dalam keterangan tertulis yang diteriam Redaksi iNewssorongraya.id, Kamis(9/10/2025).
Berdasarkan keterangan korban, dugaan kekerasan bermula ketika kedua siswa dituduh menyambungkan ponsel ke jaringan Starlink yang digunakan oleh siswa SD untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Dari pengakuan korban, salah satu di antara mereka memang memiliki ponsel, sedangkan YR tidak memiliki HP sama sekali. Namun, tanpa dilakukan klarifikasi terlebih dahulu, kedua siswa langsung dipukul oleh Kepala Sekolah dan guru SD tersebut secara bersama-sama.
“Saya tidak punya HP, tapi mereka tuduh saya ikut sambung ke jaringan Starlink. Saya langsung dipukul bersama teman saya,” kata YR seperti disampaikan Alan.
Akibat peristiwa itu, kedua korban mengalami luka fisik serta trauma psikologis. Keluarga menilai tindakan ini sebagai penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap nilai-nilai pendidikan.
Keluarga korban menegaskan bahwa tindakan kekerasan terhadap peserta didik telah melanggar sejumlah regulasi nasional, di antaranya:
“Kami meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memproses kasus ini. Kami juga mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat untuk menegur dan memeriksa oknum Kepala Sekolah serta guru yang terlibat,” tegas Alan Ambrauw.
Keluarga korban berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Daerah, dan Aparat Penegak Hukum segera turun tangan agar kasus serupa tidak terulang. Mereka menilai kekerasan di lingkungan sekolah dapat menimbulkan trauma mendalam bagi siswa serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.
“Kami ingin pendidikan di Raja Ampat menjadi tempat yang aman bagi anak-anak. Guru seharusnya menjadi pelindung, bukan sumber ketakutan. Kami akan memperjuangkan keadilan bagi adik kami dan seluruh siswa di Kofiau,” tambah Alan Ambrauw.
“Kami tidak mencari permusuhan, tapi keadilan. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Dinas Pendidikan harus tegas, karena ini menyangkut masa depan generasi muda,” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, Redaksi iNewssorongraya.id masih berupaya mengonfirmasi pihak Polres Raja Ampat terkait laporan tersebut. Namun, sumber internal kepolisian menyebutkan bahwa keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke SPKT Polres Raja Ampat.
“Dari informasinya, pihak keluarga korban sudah melayangkan laporan Polisi di SPKT Polres Raja Ampat. Pertemuan mediasi kalau tidak salah kemarin dilakukan, kemungkinan ada upaya damai,” ujar sumber internal kepolisian kepada iNewssorongraya.id.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan, khususnya di wilayah-wilayah terpencil seperti Distrik Kofiau, Kabupaten Raja Ampat, agar pengawasan terhadap perilaku tenaga pendidik diperketat. Tindakan tegas dari Dinas Pendidikan diperlukan agar kekerasan dalam proses belajar tidak lagi menjadi “cara mendidik” yang dianggap wajar.
Editor : Hanny Wijaya