Marinus Yaung Laporkan 100 Akun Penyebar Video Fitnah ke Bareskrim Polri, Sebut Influencer DS

JAKARTA, iNewsSorongraya.id – Akademisi Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, resmi melaporkan 100 akun media sosial ke Bareskrim Polri dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Laporan itu terkait penyebaran video lama yang diklaim mengandung fitnah keji dan pencemaran nama baik terhadap dirinya dan anak perempuannya.
“Selasa (7/10/2025) pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, saya ke kantor KPAI meminta dukungan dan rekomendasi mereka sekaligus pemantauan untuk kasus yang saya adukan,” ujar Marinus.
Dari KPAI, ia kemudian melanjutkan ke Bareskrim Polri di Jakarta Selatan, membawa surat pengantar resmi untuk melaporkan seratus akun Facebook, Twitter, dan Instagram yang telah menyebarkan ulang video tersebut.
Marinus menegaskan, proses hukum kali ini akan dijalankan tanpa kompromi.
“Karena viralnya video fitnah keji ini sudah terjadi untuk kali kedua, maka hukum harus ditegakkan. Tidak ada lagi pengampunan atau tarik laporan polisi,” tegasnya.
Dalam laporan itu, Marinus menyebut influencer inisial DS publik figur nasional, serta Salomon Rumpaidus, oknum anggota Polres Teluk Wondama, sebagai pihak yang ikut memviralkan video lama tersebut.
“Mereka semua dilaporkan dengan pasal berlapis, mulai dari UU Perlindungan Anak, UU ITE, hingga UU Pencemaran Nama Baik,” ungkap Marinus. “Karena saya bukan pejabat publik, maka saya tambahkan pasal pencemaran nama baik dalam laporan.”
Video yang kini memicu kegaduhan itu merupakan rekaman webinar lama yang terjadi lebih dari empat tahun lalu, tepatnya pada 13 Juli 2020. Saat itu, Marinus menjadi pembicara dalam webinar bertajuk “Mengapa Isu Papua Diinternasionalisasi”.
Di tengah sesi pemaparannya, putrinya yang masih kecil secara tak sengaja masuk ke dalam sorotan kamera tanpa mengenakan pakaian, sehingga menimbulkan situasi canggung. Video tersebut sebenarnya telah diklarifikasi tuntas sejak 2020, namun kembali diunggah ulang oleh Salomon Rumpaidus dan menyebar luas di berbagai platform media sosial.
Kebanyakan warganet, yang tidak mengetahui konteks sebenarnya, langsung berasumsi negatif tanpa melakukan verifikasi. Reaksi publik yang tidak proporsional itu mendorong Marinus membawa kasus ini kembali ke ranah hukum.
Kasus ini menjadi peringatan keras tentang lemahnya literasi digital di masyarakat.
“Banyak yang langsung menyebar tanpa tahu konteksnya. Padahal video itu sudah pernah diklarifikasi,” ujar seorang kerabat Marinus dalam kolom komentar media sosial.
Kerabat itu juga menegaskan bahwa Marinus sudah meminta dengan sopan agar para pengunggah berhenti memutarbalikkan fakta dan lebih bijak menggunakan media sosial.
Insiden ini kembali membuka diskusi publik tentang etika digital, privasi anak, serta tanggung jawab pengguna media sosial dalam memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.
Editor : Hanny Wijaya