Dua Jurnalis Dianiaya Saat Liput Kasus Keracunan MBG di Jakarta Timur, IJTI Desak Polisi Usut Tuntas

JAKARTA, iNewsSorongraya.id - Dua jurnalis televisi menjadi korban intimidasi dan kekerasan fisik saat meliput dugaan kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) yang menimpa 19 siswa SDN 01 Gedong, Jakarta Timur. Insiden yang dialami Kiki dari MNC dan Munir dari Warta Kota itu terjadi di SPPG Pasar Rebo, Selasa (30/9), dan sudah dilaporkan ke kepolisian.
Awalnya, kedua jurnalis mendatangi SPPG Gedong 2 di sekitar Kampus Unindra untuk menelusuri dugaan sumber makanan MBG yang menyebabkan keracunan siswa. Namun, seorang penjaga mendadak mengusir dengan nada tinggi setelah mengetahui maksud peliputan.
Ketegangan meningkat ketika sebuah mobil SPPG datang dan penjaga yang sama melarang pengambilan gambar, meski lokasi berada di area publik. Saat Kiki dan Munir hendak melanjutkan liputan ke SPPG Gedong 1, penjaga tersebut mengepalkan tangan, berusaha memukul, lalu langsung mencekik Kiki. Aksi itu baru terhenti setelah pegawai SPPG lain melerai.
Atas kejadian itu, kedua jurnalis membuat laporan resmi ke polisi.
Kasus ini berpotensi menjerat pelaku dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pasal 18 UU Pers menyebut, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta, Feby Budi Prasetyo, menyatakan pihaknya mengecam keras insiden tersebut dan mendesak pengusutan tuntas.
“Kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa ditoleransi. Kasus pengusiran dan penganiayaan yang dialami rekan-rekan Kiki dari MNC dan Munir dari Warta Kota jelas melanggar Undang-Undang Pers dan merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers,” tegas Feby.
Ia meminta aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan polisi, sekaligus mendorong pihak terkait memberikan klarifikasi dan permintaan maaf.
Peristiwa ini dinilai sebagai alarm bahaya bagi jurnalisme independen di Indonesia. Kemerdekaan pers merupakan pilar demokrasi, sehingga kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas hak publik untuk memperoleh informasi yang benar.
Editor : Hanny Wijaya