get app
inews
Aa Text
Read Next : IJTI Kecam Keras Aksi Teror terhadap Jurnalis Tempo, Desak Polisi Usut Tuntas

Teror Bom Kantor Jubi: IJTI Tuntut TNI Bertindak Tegas, Bukan Tutupi Fakta

Minggu, 18 Mei 2025 | 15:18 WIB
header img
Teror Bom di Kantor Redaksi Jubi terungkap, dua terduga oknum TNI terlibat. [Insert Foto : Kebebasan Pers di Tanah Papua dan Koorwil IJTI Papua - Maluku, Chanry Suripatty]

 

 

JAYAPURA, iNewssorongraya.id – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Wilayah Papua – Maluku mendesak Kodam XVII/Cenderawasih untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap dua anggota TNI yang diduga terlibat dalam pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi di Jayapura pada 16 Oktober 2024 dini hari lalu.

Koordinator IJTI Papua – Maluku, Chanry Suripatty, menyampaikan bahwa desakan ini merupakan bentuk keprihatinan atas lambannya penanganan kasus yang mengancam kebebasan pers di Tanah Papua. Kedua nama terduga pelaku, yakni Sertu Devrat dan Praka Arga Wisnu Tribaskara, disebut secara resmi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR Papua, Polda Papua, dan Kodam XVII/Cenderawasih.

“Kami mendesak Kodam Cenderawasih bertindak gentlemen dan mengungkap kasus ini secara terang benderang. Jangan justru memperlemah penegakan hukum dengan dalih bukti kurang kuat,” tegas Chanry yang juga juru bicara Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua.

 

Bukti Telah Diserahkan, Tapi Dikembalikan

Menurut Chanry, berkas penyidikan dari Polda Papua telah lengkap dan diserahkan ke Polisi Militer Kodam (Pomdam) Cenderawasih. Namun, Pomdam justru mengembalikannya dengan alasan belum cukup bukti.

“Ketika kasus ini dinyatakan lengkap oleh kepolisian, artinya bukti sudah terpenuhi. Lalu mengapa dikembalikan? Ini menimbulkan tanda tanya besar,” kata Chanry.

Ia menilai bahwa pelemparan bom molotov ke kantor media adalah bentuk teror serius yang seharusnya ditindak secara tegas tanpa pandang bulu. Jika memang benar pelakunya anggota TNI, maka pengakuan dan tindakan terbuka adalah langkah mulia demi menjaga citra institusi.

 

Polda Papua: Bukti Sudah Cukup, Serahkan ke Kodam

Direktur Reskrimum Polda Papua, Kombes Pol Achmad Fauzi Dalimunthe, menyampaikan bahwa pihaknya telah memeriksa sembilan saksi dan menyita sejumlah barang bukti, termasuk serpihan bom molotov, rekaman CCTV, serta dua kendaraan Jubi yang rusak akibat ledakan.

“Keterangan saksi menyebut dua nama: Sertu Devrat dan Praka Wisnu. Mereka sering terlihat di sekitar lokasi kejadian. Tapi karena pelaku anggota militer, kami serahkan ke Kodam Cenderawasih,” ungkap Fauzi.

 

Kodam Cenderawasih Ragukan Keterangan Saksi

Sebaliknya, Wakil Asisten Intelijen Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Budi Suradi, menyebut bahwa dari delapan saksi yang mereka periksa, keterangan yang diberikan tidak konsisten. Salah satu saksi bahkan disebut sebagai pengedar minuman keras.

“Saksi hanya menunjuk foto, tidak menyebut nama pelaku secara langsung. Beberapa mengaku tidak mengenal nama yang disebutkan,” jelas Budi.

 

Dugaan Intimidasi Terhadap Saksi

Tim kuasa hukum Jubi mengungkap adanya dugaan intimidasi terhadap saksi kunci yang kemudian memilih meninggalkan Jayapura karena merasa terancam. Bahkan ada upaya suap agar saksi bungkam.

“Ini bentuk nyata ancaman terhadap saksi. Kami minta kasus ini dibawa ke pengadilan militer agar ada kejelasan hukum,” tegas Gustaf Kawer dari tim kuasa hukum Jubi.

 

DPR Papua Soroti Minimnya Transparansi

Anggota Komisi I DPR Papua, Adam Arisoi, menilai bahwa lambannya penyelesaian kasus ini mengganggu rasa aman masyarakat. Ia mendesak agar TNI dan Polri terbuka dalam penanganan kasus.

“Ini bukan cuma urusan antar institusi. Ini soal keselamatan warga dan jurnalis. Kami ingin keadilan ditegakkan sampai tuntas,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi I, Hermes Hein Ohee, menekankan pentingnya mengungkap motif pelaku.

“Apakah ini motif pribadi, institusional, atau perintah dari atasan? Karena Jubi sudah berulang kali diteror,” ujarnya.

 

Desakan Publik untuk Transparansi

Meski RDP berjalan hingga beberapa jam, belum ada keputusan final. Namun, tekanan publik terus meningkat agar institusi militer bersikap terbuka dan tegas dalam menegakkan keadilan.

“Jika benar pelaku adalah anggota TNI, jangan dilindungi. Kita bicara soal keadilan dan nyawa jurnalis di daerah konflik,” tutup pemerhati media Papua, Simon Pattiradjawane.

 

 

Editor : Hanny Wijaya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut