get app
inews
Aa Text
Read Next : Gubernur Elisa Kambu Prihatin Atas Rusuh di Sorong, Minta Warga Jangan Terprovokasi

Kuasa Hukum PT BJA Tuding Pernyataan Robert Kardinal Keliru Soal Izin Reklamasi Kota Sorong

Senin, 15 September 2025 | 13:01 WIB
header img
kuasa hukum PT Bagus Jaya Abadi (BJA), Yasin Djamaludin, SH [FOTO : iST]

SORONG, iNewssorongraya.id – Polemik dugaan pemalsuan dokumen izin reklamasi di Kota Sorong terus memanas. Tidak hanya menyeret nama mantan Wali Kota Sorong, Lambert Jitmau, dan menghadirkan desakan politik dari Anggota DPR RI, kini kuasa hukum PT Bagus Jaya Abadi (BJA), Yasin Djamaludin, ikut angkat suara.

Dalam pernyataannya, Yasin menegaskan bahwa pandangan yang disampaikan oleh Robert Joppy Kardinal, anggota DPR RI Dapil Papua Barat Daya, dinilai hanya melihat kasus dari satu sudut pandang semata.

“Prinsipnya saya mendukung dan sepakat bahwa peristiwa hukum terkait keterangan Lambert Jitmau dalam perkara perdata No. 57/Pdt.G/2025/PN Son perlu diusut. Namun, pernyataan Robert Kardinal yang langsung menyimpulkan dokumen izin reklamasi palsu adalah keliru dan tidak berdasarkan hukum,” ujar Yasin Djamaludin, Minggu (14/9/2025).


Laporan Polisi pihak PT Bagus Jaya Abadi terhadap mantan Wali Kota Sorong dua periode, Lambert Jitmau ke Polda Papua Barat Daya. [FOTO : Tangkapan Layar]

 

Menurut Yasin, perkara ini harus dilihat secara objektif dari dua sisi hukum.

“Jika benar keterangan Lambert Jitmau di bawah sumpah bahwa dokumen izin reklamasi palsu, maka BJA harus bertanggung jawab atas perbuatan deliknya. Sebaliknya, jika dokumen tersebut asli dan sah, maka justru Lambert Jitmau yang harus bertanggung jawab atas keterangan palsunya di persidangan,” jelasnya.

Yasin menambahkan, sebagai legislator, Robert Kardinal seharusnya mendorong aparat penegak hukum untuk memeriksa kedua kemungkinan tersebut, bukan sekadar menyimpulkan satu arah.


Ijin Prinsip Wali Kota Sorong yang disebut Palsu oleh Mantan Wali Kota Sorong, Lambert Jitmau. [FOTO : IST]

 

Kuasa hukum PT BJA itu menegaskan bahwa pihaknya meyakini keabsahan dokumen izin reklamasi yang dimiliki perusahaan. Karena itu, tim hukum BJA resmi melaporkan Lambert Jitmau atas dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP. Laporan tersebut telah disampaikan ke Polda Papua Barat Daya pada 13 September 2025.

“Kami berharap penyidik segera menindaklanjuti laporan ini dengan penyelidikan dan penyidikan. Tim kami akan menyerahkan semua dokumen asli untuk diuji di laboratorium forensik, termasuk kertas, tanda tangan, hingga paraf koordinasi yang ada dalam surat-surat itu,” tegas Yasin.

Ia menekankan bahwa langkah cepat ini diambil agar polemik tidak semakin liar di masyarakat, khususnya bagi pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dalam perkara ini.

Selain menanggapi desakan politikus DPR RI, Yasin juga menyayangkan pernyataan Lambert Jitmau di persidangan yang dianggap beraroma rasis.

“Dalam beberapa kesempatan, Lambert menggunakan kata ‘Cina’ seakan-akan etnis tersebut tidak berhak hidup dan berusaha di Sorong. Saya menyesalkan kalimat rasis dari seorang mantan pejabat sekelas Lambert Jitmau. Perlu saya tegaskan, dalam perkara tanah reklamasi ini tidak ada keterlibatan WNA. Semua pihak adalah Warga Negara Indonesia yang sah memiliki hak hidup dan berusaha di seluruh wilayah NKRI,” tegasnya.

Kasus ini bermula dari sengketa kepemilikan tanah antara Ronald L. Sanuddin—yang mengatasnamakan Paulus George Hung alias Mister Ting—dan Labora Sitorus. Sengketa tersebut kemudian berkembang dengan munculnya dokumen izin reklamasi seluas 12 hektar di Tampa Garam Suprau yang dituding palsu.


Ijin lokasi reklamasi yang disebut palsu oleh Mantan Wali Kota Sorong, Lambert Jitmau. [IST]

 

Mantan Wali Kota Sorong, Lambert Jitmau, yang dihadirkan sebagai saksi kunci, bersumpah bahwa dirinya hanya pernah menandatangani izin reklamasi di wilayah Tembok seluas 50 hektar. Di luar itu, menurutnya, semua dokumen yang beredar adalah palsu.

Pernyataan Lambert inilah yang kemudian ditanggapi keras oleh kuasa hukum PT BJA, sekaligus menimbulkan perbedaan sudut pandang dengan desakan politik dari Robert Joppy Kardinal.

Publik menilai, kasus ini bukan sekadar sengketa tanah, melainkan indikasi adanya praktik mafia perizinan yang berpotensi merugikan negara serta merusak ekosistem pesisir Kota Sorong.

Kini, semua mata tertuju pada aparat penegak hukum di Papua Barat Daya. Desakan agar dilakukan penyelidikan tuntas semakin menguat, baik dari ranah politik maupun kuasa hukum pihak perusahaan.

“Serahkan semua kepada penegak hukum agar kebenaran materiil bisa terungkap,” pungkas Yasin Djamaludin.

Disclaimer :

Artikel ini disusun dengan mengutamakan asas keberimbangan (cover both side), menghadirkan pandangan legislatif DPR RI, keterangan saksi mantan Wali Kota, serta pernyataan kuasa hukum perusahaan.

 

Editor : Hanny Wijaya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut