SORONG, iNewsSorongRaya.id - Masyarakat Adat Suku Besar Moi menuntut Drs. Yacob Kareth Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintah, Hukum dan Politik untuk segera menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya yang dianggap merendahkan harkat dan martabat Masyarakat Adat Suku Besar Moi khusunya Saudari Eda Doo yang juga merupakan Kepala Biro Umum Setda Provinsi Papua Barat Daya.
Ketegasan tersebut disampaikan perwakilan Masyarakat Adat Suku Besar Moi atas peristiwa yang terjadi pada Senin (19/2/2024) lalu. Saat Yacob Kareth memimpin kegiatan Apel Pagi ASN di Halaman Apel Kantor Gubernur.
Seperti dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial Yacob Kareth saat memimpin Apel pagi tersebut sempat mengeluarkan kata-kata dan menunjukkan sikap yang dianggap tidak terpuji terhadap Eda Doo.
Seperti diketahui Jabatan Kepala Biro Umum Setda Provinsi Papua Barat Daya yang saat ini dipegang oleh Eda Doo mempunyai tanggung jawab dalam kepengurusan RT termasuk penyediaan barang, dalam hal ini seragam dinas bagi ASN Pemprov PBD.
Atas sejumlah pernyataan dan aksi Yacob Kareth tersebut masyarakat Adat Suku Besar Moi menuntut agar Yacob Kareth melakukan permohonan maaf. Tak hanya itu Yacob diberikan waktu 3 hari, jika tidak melaksanakan maka masyarakat adat suku besar Moi akan melakukan aksi.
Sebelumnya dari kronologi yang diungkapkan pihak Masyarakat Adat Suku Besar Moi bermula dari sebuah rekaman video yang telah beredar luas di sejumlah media sosial. Dimana dalam video tersebar menunjukan Yacob Kareth saat memimpin Apel pagi ASN dihalaman Kantor Dinas Kesehatan Papua Barat Daya dengan nada emosional mengarahkan beberapa pegawai ASN Pemprov PBD untuk membawa seragam ASN yang masih baru untuk dibakar.
Hal tersebut dikarenakan seragam ASN yang diterima oleh para pegawai tidak sesuai dengan spek pesanan.
"Bawa-bawa (seragam) datang ke sini bakar. Bawa minyak Kita bakar! Kamu takut buat?. Rekam saja, baru kasih ke dia, biar ini jadi bahan bicara, biar dia lapor," ketus Yacob Kareth dalam rekaman video berdurasi 02:43 menit tersebut.
Tak hanya itu, Yacob yang saat itu diduga emosi juga mengeluarkan kata-kata atau pernyataan yang tak pantas yang diduga ditunjukkan kepada Eda Doo.
"Provinsi ini kami urus, dia datang bukan barang yang dia urus. Ambil minyak, siram bakar (menunjuk ke seragam ASN yang berada di lantai halaman apel). Kamu takut kah, ambil minyak Kita bakar di depan kantor ini. Kalau tidak, bawa depan kantor gubernur," sambungnya.
"Dia pikir dia hebat. Jangan bawa datang kelakuan yang tidak baik di Kota Sorong baru bawa datang di provinsi ini. Provinsi ini kita urus, bukan dia yang datang urus. Silahkan rekam lapor, kalau mau lapor. Kita tidak ke mana-mana. Kita ada di Sorong ini sampai Tuhan Allah datang," kata Yacob dalam video tersebut.
Atas video yang terlanjur viral tersebut masyarakat Adat Suku Besar Moi menyatakan sikap keras dan tegas terhadap Yacob Kareth.
"Kami suku besar Moi merasa prihatin terhadap peristiwa tersebut sehingga kami perlu mengambil pertimbangan," kata Kepala Suku Besar Moi Silkoflok Yermias Su ketika melakukan jumpa pers di Sekretariat Suku Besar Moi, Kabupaten Sorong, Selasa (20/2).
Lanjut Silkoflok, bahwa masalah tersebut terjadi di lingkungan pemerintahan Provinsi Papua Daya yang seharusnya bisa diselesaikan secara baik oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
"Karena itu, saudara Yacob Kareth seyogyanya jangan mengambil sikap yang menyimpang dari tugas pokok sebagai seorang pejabat atau Staf ahli Gubernur terkait dengan kegiatan yang terjadi di lingkungan Biro Umum," tegasnya.
Silkoflok mengungkapkan, bahwa Eda Doo adalah seorang perempuan Moi yang menduduki jabatan Eselon 2 yang merupakan representatif perempuan Moi di Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
"Terkait dengan tindakan Yacob Kareth dari sisi budaya adat suku Moi telah mencoreng citra suku besar Moi atau harga diri suku besar Moi," tegasnya.
Menurutnya bahwa peristiwa ini tidak saja melibatkan Eda Doo, tetapi sudah melibatkan suku besar Moi.
"Sehingga kami orang Moi mengambil sikap atas poin-poin yang kami sampaikan tersebut," ungkapnya.
Yang pertama, Kami meminta kepada Yacob Kareth untuk segera meminta maaf kepada Suku Besar Moi atas tindakan yang sangat tidak terpuji sebagai seorang pejabat ASN di lingkungan pemerintah provinsi Papua Barat Daya melalui media publik.
Kemudian, Segera menghentikan segala bentuk tindakan intimidasi tekanan atau ujaran kebencian terhadap anak adat kami Eda Doo.
Yang kedua, Kami mohon Bapak Pj Gubernur Papua Barat Daya untuk segera melakukan evaluasi kepada saudara Yacob Kareth sebagai pejabat staf ahli gubernur, yang seharusnya menjaga, memberi sikap teladan kepada masyarakat dan khususnya para ASN di lingkungan pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Yang ketiga, terkait 2 poin di atas apabila saudara Yacob Kareth tidak mengindahkan serta melaksanakan pernyataan yang kami sampaikan. Maka suku besar Moi akan melakukan pemalangan kepada semua sarana perkantoran dan atau aset pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Kemudian, Kami suku besar Moi akan menarik kembali tanah yang telah kami berikan untuk pembangunan Kantor Gubernur Papua Barat Daya.
"Saudara Yacob Kareth perlu merenungkan dan ingat hal ini bahwa kami suku besar Moi bukan penikmat, sekali lagi kami bukan penikmat di negeri kami sendiri," katanya.
Dalam pernyataan dikatakan bahwa Suku Besar Moi sudah menyerahkan Tanah ulayat untuk proses pembangunan nasional yang telah direncanakan semua masyarakat secara nasional dan berkontribusi aktif dalam membangun Provinsi Papua Barat Daya demi bangsa dan negara.
"Kami tegaskan dalam waktu 3 hari kedepan, jika tidak ditanggapi oleh Yacob Kareth dan Pj Gubernur Papua Barat Daya, maka kami suku besar Moi akan melakukan aksi pemalangan," pungkasnya.
Sementara itu ditempat yang sama,
Ketua Dewan Adat Moi Pdt. Paulus Safisa menambahkan bahwa kata penikmat itu adalah kata yang tidak enak didengar.
"Sekali lagi kami bukan penikmat, kami menjadi korban di atas negeri kami sendiri. Maka kami tegaskan bahwa dari awal orang Moi turut berjuang untuk kehadiran Provinsi Papua Barat Daya," tegasnya.
"Jadi saya minta Yakob Kareth untuk bertemu kepala sukunya, dan bertemu dengan kami agar kita duduk bicara bersama. Karena ini sudah melanggar adat," pungkasnya.
Editor : Chanry Suripatty