Sorong,iNewsSorongRaya.id - Sungguh disayangkan dalam negara hukum cara tak etis dengan dalil menjaga nama baik institusi hanya untuk melindungi dan membuat kabur proses hukum masih lestari dipelihara di era keterbukaan dan teknologi.
Dimana seluruh rakyat Indonesia tengah dituntut guna menjunjung tinggi dan menghormati proses hukum. Namun ada upaya oknum tertentu yang melakukan manuver dengan dalil 'menjaga nama baik institusi' .
Padahal manuver yang dilakukan hanya untuk melindungi kepentingan pribadi, bukan kepentingan institusi. Kondisi tersebut sangat terasa dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen pertanahan yang ditangani Polresta Sorong Kota.
Dimana seharusnya, ingin menjaga nama baik institusi, maka harus terlebih dulu memberi contoh dan teladan dalam menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum Irwan Oswandi, Yuda Jatir Marau dalam menyikapi proses menguak praktek mafia tanah di Kota Sorong yang diusut Polresta Sorong Kota.
"Kami yang melaporkan dugaan praktek mafia tanah ini, pada Oktober 2023. Kami sempat pesimis, sebab menemui jalan buntu. Namun akhirnya semua tabir terbuka satu persatu," ucap Yuda.
Setelah penyidik berdasarkan bukti dan hasil pemeriksaan terhadap 34 saksi yang sudah termasuk didalamnya saksi ahli, akhirnya Polresta Sorong Kota melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka dalam laporan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen.
Yuda mengatakan, seperti diketahui sebelumnya, Kapolresta Sorong Kota dalam keterangan pers kepada wartawan meyebutkan bahwa pihaknya telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus Mafia Tanah atau pemalsuan sertifikat tanah. Sedang satu tersangka lagi, masih ditangguhkan penetapan tersangka sebab yang bersangkutan sedang mencalonkan diri sebagai Caleg pada Pemilu 2024.
"Kami tahu, karena kami telah menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, " ungkap Yuda kepada wartawan di Kota Sorong belum lama ini.
Ketiga tersangka pemalsuan dokumen yang ditetapkan oleh penyidik Reskrim Polresta Sorong Kota yakni, mantan Kabinda Papua Barat, Jerry Waleleng, mantan Kepala BPN Kota Sorong, Yarit Sakona dan Ema Barbalina yang merupakan istri dari mantan Kepala BPN Kota Sorong.
"Satu lagi yang ditangguhkan penetapan tersangka yakni Vecky Nanuru selaku kuasa hukum dari Jerry Waleleng. Dia lagi ikut kontestasi sebagai Caleg, " ujar Yuda.
Kuasa hukum Irwan Oswandi ini, menuturkan kasus dugaan pemalsuan dokumen pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) ini, sangat sederhana buat diungkapkan. Namun ada manuver dari oknum tertentu untuk menutupi unsur perbuataan pidana, sehingga sempat membuat kabur dan menyulitkan pengungkapan fakta hukum.
Yuda lantas menuturkan upaya menguak praktek mafia tanah dalam dugaan pemalsuan dokumen. Dimana kasus bermula diduga dari pengetahuan para tersangka bahwa ada kawasan hutan lindung di Kota Sorong yang baru beralih status menjadi Areal Peruntukan Lain (APL) dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 25 April 2022 dengan nomor SK.338/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022.
Dengan adanya perubahan status kawasan tersebut, tutur Yuda, maka berarti otomatis ada tanah kosong yang tak bersertifikat di Kota Sorong. Sehingga muncul keinginan untuk menguasai tanah di kawasan tersebut.
Lantas tersangka bekerjasama untuk membuat pemetaan lahan berdasarkan peta badan pertanahan yang belum disertifikatkan dan mendatangi pemilik hak Ulayat.
Hal dilakukan, sambung Yuda, setelah tersangka mengetahui adanya permohonan pendaftaran tanah yang diajukan oleh Irwan Oswandi berdasarkan surat pelepasan tanah adat dari Almarhum Dominggus Osok pada bulan Februari 2023.
Kemudian, lanjut Yuda, tersangka mendatangi adik Almarhum Dominggus Osok dengan mendalilkan pelepasan hak Ulayat yang telah dilepaskan kepada pihak lain sebelum adanya SK Menteri Lingkungan Hidup tersebut adalah tidak sah dan harus dibuatkan pembaharuan surat pelepasan tanah adat.
Ditambah dengan iming - iming ingin membeli tanah yang dijual Almarhum Dominggus Osok. Adik almarhum Dominggus Osok setelah diberikan biaya pengurusan administrasi segera memproses surat pelepasan tanah adat dengan meminta tanda tangan Ketua LMA, dan Kepala Kelurahan sebagai yang mengetahui adanya pelepasan tanah adat.
Surat pelepasan tanah adat yang dikeluarkan oleh adik Almarhum, Yuda melanjutkan cerita, pelepasan dibuat pada Maret 2023, namun sengaja di buat berlaku surut pada tanggal 24 November 2022, 22 Desember 2022, 04 Januari 2023 dan 29 Januari 2023.
Tersangka Yarit Sakona selaku Kepala Pertanahan Kota Sorong lantas memproses dan menerbitkan Sertifikat Hak Milik pada tanggal 12 April 2023 atas nama Jerry Waleleng, Conny D. Runtuwena, Corty Angelica W, Gabriela Mariana, Ema Anitha, Barbalina, Azari Rosadi, Muhammad Akbar, dan Vecky Nanuru dengan dasar surat pelepasan hak atas tanah adat yang dibuat pada 8 dan 9 Meret 2023 , namun sengaja dibuat berlaku surut.
Yuda sampaikan dalam pengungkapan kasus ini, ada upaya mempersulit proses hukum kedepan, misalnya seperti saksi diarahkan dan diajari untuk tidak berkata benar, sehingga membuat kabur perbuatan pidana.
Untuk itu, Yuda menegaskan pemberatasan praktek mafia tanah sudah menjadi program prioritas Reformasi Agraria yang digaunkan oleh Presiden Republik Indonesia. Para tersangka ini, masih memiliki pengaruh untuk berlindung dibalik institusi tertentu.
"Maka itu, kami meminta Kapolresta Sorong Kota untuk segera memanggil tiga tersangka untuk diperiksa sekaligus dilakukan penahanan. Karena kami khawatir dengan manuver dan intervensi yang dilakukan untuk mengaburkan proses penegakan hukum dalam kasus praktek mafia tanah dengan cara pemalsuan dokumen ini, " kata Yuda menekankan.
Disisi lain, sambung Yuda, sesuai aturan hukum yang berlaku , ancaman hukum atas dugaan pemalsuan dokumen yakni diatas lima tahun penjara, maka tersangka harus ditahan.
Kemudian ada tekanan dan intervensi dari banyak pihak yang ingin mempersulit proses hukum yang sedang berjalan.
"Siapapun yang coba - coba bermain untuk mengintervensi proses hukum praktek mafia tanah, kami sarankan sebaiknya berpikir - pikir dengan otak yang jernih. Perkara ini sudah menjadi sorotan nasional. Jadi kita semua, mari percayakan pada sikap profesional penyidik Polresta Sorong Kota," kata Yuda mewanti - wanti.
Dalam perkara ini kata Yuda, total lahan milik kliennya seluas 18 hektar yang berlokasi di jalan Tren Kelurahan Klablim, Distrik Klaurung, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya telah mengantongi surat pelepasan tanah adat tahun 2013.
"Lembaga Adat telah berulang kali menegaskan hanya mengeluarkan satu surat pelepasan. Dan bila ternyata ditemukan ada dua surat pelepasan dengan objek yang sama, maka yang diakui, surat pelepasan yang pertama kali dikeluarkan, " tutup Yuda.
Sebelumnya, Polresta Sorong Kota sangat serius menangani laporan dugaan pemalsuan dokumen sertifikat hak milik (SHM) Maryam Manopo. Hal ini dibuktikan dengan telah dilakukan gelar perkara penetapan tersangka atas laporan tersebut.
Kamis (1/2/2024) usai ramah tamah bersama dengan insan jurnalis di Kota Sorong, Kapolres Sorong Kota, Kombes Pol Happy Perdana yang dikonfirmasi membenarkannya.
"Ya ,memang benar, kami sudah melakukan gelar perkara dugaan pemalsuan dokumen, dan sudah menetapkan tersangka, " ungkap Kapolres.
Dalam perkara tersebut, kata Kapolres, tiga dari empat orang terlapor telah penyidik Polres Sorong Kota tetapkan sebagai tersangka.
Ketiga tersangka, kata Kapolresta dikenakan pelanggaran Pasal 264 ayat 1 dan 2 dan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP.
Editor : Sayied Syech Boften