SORONG, iNewssorongraya.id – Di tengah tekanan opini publik dan derasnya pemberitaan menyesatkan soal dugaan kerusakan talud Sungai Mariat, Balai Wilayah Sungai (BWS) Papua Barat–Papua Barat Daya memilih jalan berbeda: bukan dengan defensif, melainkan dengan membuka data teknis dan fakta lapangan secara transparan. Langkah yang diambil Kepala BWS Papua Barat, Wempi Nauw, menjadi cermin baru birokrasi publik yang mulai berani tampil terbuka di hadapan masyarakat.
Bencana banjir besar yang melanda Kabupaten Sorong pada 21 Agustus hingga 24 September 2025 menyebabkan sembilan sungai di wilayah itu meluap, termasuk Sungai Mariat. Akibatnya, ratusan rumah, fasilitas umum, dan lahan pertanian warga terendam. Namun, di tengah situasi darurat itu, beredar kabar yang menyudutkan institusi teknis pemerintah terkait dugaan rusaknya pekerjaan talud Sungai Mariat.
Kepala BWS Papua Barat, Wempi Nauw, menegaskan bahwa pemberitaan sebagian media “tidak berimbang dan cenderung menyesatkan” karena tidak melibatkan hak jawab lembaganya.
“Kami merasa tidak dikonfirmasi lebih dahulu untuk pemberitaan yang mereka sampaikan. Kami punya hak untuk memberikan hak jawab kepada media yang bersangkutan,” ujar Wempi dalam konferensi pers di Sorong, Minggu (5/10/2025).
Menurut Wempi, retakan dan patahan yang muncul pada talud Sungai Mariat bukan disebabkan oleh kelalaian pekerjaan, melainkan akibat tekanan banjir ekstrem yang terjadi saat beton belum mencapai usia ideal 28 hari.
“Pekerjaan operasi dan pemeliharaan itu sifatnya berkala, bukan proyek konstruksi besar bernilai ratusan miliar. Retakan terjadi karena kondisi alam ekstrem, bukan karena kesalahan teknis,” tegasnya.
Alih-alih menghindar, Wempi dan tim BWS Papua Barat justru mengundang wartawan ke lokasi patahan talud untuk melihat langsung kondisi di lapangan. Ia menjelaskan bahwa panjang retakan diperkirakan mencapai 27 meter di bagian cekungan luar sungai, titik di mana tekanan arus air paling besar.
“Posisi retak berada di cekungan luar dengan volume tekanan air tinggi. Beton baru selesai sekitar pertengahan Agustus, dan saat banjir besar datang, usianya belum genap 20 hari,” kata Wempi.
Dalam kesempatan itu, ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara media dan institusi publik untuk memastikan informasi yang sampai ke masyarakat tetap objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami minta warga jangan terprovokasi dengan informasi hoaks. Negara hadir untuk rakyat. Kami juga meminta rekan media melakukan konfirmasi sebelum mempublikasikan berita agar tidak menyesatkan,” imbuhnya.
Langkah tanggap darurat langsung dilakukan oleh BWS Papua Barat. Dua unit excavator dikerahkan untuk normalisasi dua ruas sungai paling terdampak — kanal Makbusun di SP3, Distrik Mayamuk, dan Sungai Klafma di Distrik Aimas. Selain itu, BWS juga melakukan identifikasi menyeluruh terhadap delapan ruas sungai lain di Kabupaten dan Kota Sorong.
Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menegaskan komitmen pemerintah pusat dalam mendukung penanganan pascabencana.
“Keselamatan dan kenyamanan masyarakat terdampak menjadi prioritas utama. Kementerian PU akan memberikan dukungan penuh untuk percepatan penanganan di lokasi bencana,” kata Menteri Dody dalam keterangan tertulis.
Wempi menambahkan, tim lapangan telah melakukan pemodelan penanganan darurat dan permanen berdasarkan hasil survei.
“Kami bersama Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan sudah meninjau beberapa ruas sungai dan menyusun prioritas pekerjaan. Data dampak bencana telah kami kumpulkan secara detail untuk perencanaan selanjutnya,” tuturnya.
Sikap terbuka BWS Papua Barat dalam merespons isu dan banjir ini dinilai sebagai sinyal perubahan arah birokrasi infrastruktur di daerah. Jika sebelumnya lembaga teknis kerap menutup diri dari kritik, kini pendekatan berbasis data, bukti lapangan, dan transparansi menjadi narasi baru.
Dalam konteks bencana dan tekanan sosial, klarifikasi terbuka yang dilakukan Wempi Nauw bukan sekadar bentuk pembelaan, tetapi juga bagian dari upaya memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga teknis negara. Ia menegaskan, pekerjaan tanggap darurat di Sungai Mariat akan dimulai pekan depan dengan prioritas membenahi talud yang rusak.
“Kami tidak diam. Kami sudah turun ke lapangan, berkoordinasi dengan DPRD Kabupaten Sorong, BPBD, dan kementerian terkait. Ini bentuk tanggung jawab negara terhadap rakyatnya,” ujarnya.
Di tengah derasnya opini dan politisasi bencana, langkah BWS Papua Barat meluruskan isu dengan data konkret menjadi contoh bagaimana lembaga publik seharusnya bekerja: transparan, cepat, dan berbasis bukti lapangan. Bukan sekadar reaktif terhadap kritik, melainkan proaktif membangun kepercayaan lewat kerja nyata di lapangan.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait