SORONG, iNewssorongraya.id – Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menegaskan komitmennya dalam pelestarian budaya lokal dengan membuka secara resmi Festival Tumpe Klawalu 2025, Rabu (23/4/2025), di Lapangan Kampung Moyo, Klasaman, Kota Sorong.
Pj Sekda PBD Jhoni Way didampingi Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Yusdi Lamatenggo disambut secara adat suku Moi.
Penjabat Sekretaris Daerah Papua Barat Daya, Jhoni Way, yang hadir mewakili Gubernur Elisa Kambu, didampingi Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Yusdi Lamatenggo, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan festival yang mengangkat kembali nilai-nilai budaya Suku Moi—salah satu identitas lokal di Tanah Malamoi yang kini terancam oleh modernisasi.
“Festival ini luar biasa karena menyentuh akar budaya yang hampir terlupakan. Ini budaya kita, tidak boleh hilang,” tegas Jhoni Way dalam sambutannya.
Menjadi Agenda Budaya Tahunan Daerah
Pj Sekda Papua Barat Daya, Johni Way saat memberikan keterangan pers kepada wartawan.
Dalam pernyataannya, Jhoni menekankan bahwa Festival Tumpe Klawalu diharapkan dapat menjadi agenda tahunan resmi provinsi dan menjadi daya tarik wisata budaya. Ia menyebut Kota Sorong sebagai gerbang transit ke wilayah-wilayah strategis lain seperti Manokwari, Bintuni, dan Raja Ampat.
“Budaya bisa jadi magnet wisata jika dikemas dengan baik. Tumpe Klawalu punya potensi besar untuk itu,” tambahnya.
Merajut Ulang Bahasa, Tradisi, dan Kearifan Lokal Suku Moi
Pj Sekda PBD saat meninjau stand UMKM.
Festival yang berlangsung selama lima hari hingga 27 April 2025 ini menampilkan berbagai lomba dan pertunjukan, seperti menganyam noken, menyanyi lagu tradisional, bercerita rakyat, memasak kuliner lokal Moi, hingga menarikan tarian adat Alen. Selain itu, terdapat bazar UMKM, pameran kerajinan, dan sesi talkshow budaya.
Perempuan adat Suku Moi.
Menurut Ketua Panitia Festival, Yunita Ulim, istilah Tumpe dalam bahasa Moi mengacu pada tradisi pertemuan antar sahabat atau komunitas dalam nuansa kekeluargaan, disertai dengan makan bersama menggunakan hasil alam seperti kebun, tangkapan sungai, dan laut. Tradisi ini menjadi simbol kuat keharmonisan dan kesepakatan bersama.
Ketua Panitia Festival, Yunita Ulim.
“Melalui festival ini, kami mengajak seluruh masyarakat Moi di Kepala Burung Papua untuk kembali menghidupkan budaya leluhur,” jelas Yunita.
Sinergi Masyarakat dan Pemerintah
Pejabat Daerah Provinsi PBD dan Tokoh Adat.
Pembukaan festival turut dihadiri sejumlah tokoh adat, OPD provinsi, serta tamu undangan lainnya. Pemerintah berkomitmen menjadikan festival ini bagian dari proses penyatuan antara masyarakat adat dan pemerintahan daerah di Papua Barat Daya.
Perempuan adat Suku Moi saat merajut anyaman.
Dalam pernyataan penutupnya, Jhoni Way menyerukan pentingnya menjaga bahasa, budaya, dan kearifan lokal agar tidak punah di tengah arus globalisasi.
“Kalau bukan kita yang menjaga budaya kita, siapa lagi?” ujarnya dengan penuh harap.
Masyarakat Adat Suku Moi.
Festival Tumpe Klawalu 2025 tak hanya menjadi ruang ekspresi budaya, tetapi juga panggung pemersatu bagi masyarakat Moi dalam merayakan identitas dan warisan leluhurnya.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait