Mendagri Tito: Pusat–Daerah Tak Sinkron, Pembangunan Papua Akan Terus Tertinggal

CHANRY SURIPATTY
Mendagri Tito Karnavian saat memberikan paparan.

 

JAKARTA, iNewssorongraya.id — Pemerintah pusat mengirim sinyal keras kepada seluruh kepala daerah di Tanah Papua. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, percepatan pembangunan Papua tidak akan tercapai jika program pusat dan daerah terus berjalan sendiri-sendiri tanpa sinkronisasi yang jelas dan terukur.

Penegasan tersebut disampaikan Tito dalam Peluncuran Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua (RAPPP) 2025–2029 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Ia menilai, pemekaran wilayah di Papua yang telah melahirkan enam provinsi baru belum sepenuhnya berbanding lurus dengan percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Pemekaran belum otomatis menghasilkan percepatan pembangunan. Kuncinya ada pada sinkronisasi, pengawasan, dan evaluasi yang berjalan nyata,” ujar Tito.

Dalam forum tersebut, Tito secara tegas menggarisbawahi tiga tugas pokok Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, yakni melakukan sinkronisasi dan harmonisasi program pusat–daerah, memperkuat pengawasan, serta menjalankan evaluasi secara berkala dan objektif.

Langkah ini, menurut Tito, merupakan mandat langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang menghendaki agar pembangunan Papua tidak lagi berjalan lambat dan terfragmentasi.

“Komite ini harus memastikan program kementerian dan lembaga di pusat kompatibel dengan kebutuhan riil di Papua, bukan sekadar rencana di atas kertas,” katanya.

Tito secara terbuka mengkritik praktik pembangunan yang kerap gagal di lapangan akibat buruknya koordinasi lintas pemerintahan. Ia menyebut, tidak jarang program kementerian justru tidak diketahui oleh gubernur, bupati, maupun wali kota.

“Sering kali program kementerian dan lembaga tidak nyambung dan bahkan tidak diketahui oleh kepala daerah,” ujar Tito.

Ia mencontohkan pembangunan bendungan oleh pemerintah pusat yang gagal memberi dampak ekonomi karena pemerintah daerah tidak menindaklanjutinya dengan pembangunan irigasi.

“Bendungan dibangun, tapi irigasi tidak ada. Akhirnya hanya jadi penampungan air dan tidak mengairi sawah,” ucapnya.

Menurut Tito, ketidaksinambungan program pusat–daerah kerap dipicu oleh perbedaan agenda politik kepala daerah yang terpilih. Karena itu, ia mendorong agar RAPPP 2025–2029 tidak dijalankan secara sepihak.

“Grand desain ini tidak boleh top down. Harus ada common interest para kepala daerah, agar kepentingan pusat dan daerah saling menguatkan,” katanya.

Ia menekankan pentingnya ruang umpan balik (feedback) bagi pemerintah daerah di Papua agar perencanaan pembangunan bersifat kolaboratif, termasuk lintas provinsi dan kabupaten/kota.

Selain harmonisasi, Tito meminta Komite Eksekutif Otsus Papua melakukan pengawasan ketat dan evaluasi berkala terhadap kinerja pemerintah daerah. Evaluasi, kata dia, idealnya dilakukan setiap tiga hingga empat bulan.

“Kalau tidak berjalan, apa masalahnya. Kalau berjalan, sudah sampai berapa persen. Itu harus diukur,” tegas Tito.

Ia menambahkan, apabila hasil evaluasi menunjukkan stagnasi atau kegagalan berulang, Presiden Prabowo Subianto akan memantau langsung dan membuka kemungkinan intervensi kebijakan.

Pada bagian paling krusial, Tito menegaskan bahwa percepatan pembangunan Papua tidak boleh berhenti pada angka anggaran dan laporan administratif. Dampaknya, kata dia, harus dirasakan langsung oleh masyarakat.

Ia menyinggung kasus meninggalnya seorang ibu hamil, Irene Sokoy, beserta bayinya setelah ditolak oleh empat rumah sakit di Papua dalam kondisi kritis.

“Kepala daerah boleh mengajukan penambahan anggaran. Tapi yang paling penting adalah memastikan anggaran itu benar-benar mengalir sampai ke bawah,” ujar Tito dengan nada tegas.

Sebagai informasi, Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua merupakan lembaga nonstruktural yang dibentuk khusus untuk mengharmonisasi agenda pembangunan Papua dan dilegalkan melalui Keputusan Presiden Nomor 110/P Tahun 2025.

Pemerintah berharap, melalui RAPPP 2025–2029, pembangunan Papua tidak lagi tersendat oleh ego sektoral dan perbedaan kepentingan politik, melainkan bergerak serentak menuju kesejahteraan masyarakat asli Papua.

 

Editor : Hanny Wijaya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network