Kuasa Hukum PT BJA Sesalkan Narasi Rasis Mantan Wali Kota Sorong, Minta Penegak Hukum Bertindak
SORONG, iNewssorongraya.id – Polemik dugaan pemalsuan dokumen izin reklamasi di Kota Sorong kian memanas. Setelah menyeret nama mantan Wali Kota Sorong, Lambert Jitmau, serta menuai desakan politik dari Anggota DPR RI, kini kuasa hukum PT Bagus Jaya Abadi (BJA), Yasin Djamaludin, angkat bicara dengan nada tegas.
Dalam pernyataannya, Yasin menegaskan bahwa dokumen izin reklamasi yang dimiliki PT BJA sah secara hukum. Atas dasar itu, pihaknya resmi melaporkan Lambert Jitmau ke Polda Papua Barat Daya pada 13 September 2025, dengan tuduhan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah sebagaimana diatur Pasal 242 KUHP.
“Kami berharap penyidik segera menindaklanjuti laporan ini dengan penyelidikan dan penyidikan. Tim kami akan menyerahkan semua dokumen asli untuk diuji di laboratorium forensik, termasuk kertas, tanda tangan, hingga paraf koordinasi yang ada dalam surat-surat itu,” tegas Yasin, Minggu (14/9/2025).

Selain menyoroti aspek hukum, Yasin juga mengecam pernyataan Lambert Jitmau yang dinilai beraroma rasis saat persidangan.
“Dalam beberapa kesempatan, Lambert menggunakan kata ‘Cina’ seakan-akan etnis tersebut tidak berhak hidup dan berusaha di Sorong. Saya menyesalkan kalimat rasis dari seorang mantan pejabat sekelas Lambert Jitmau. Perlu saya tegaskan, dalam perkara tanah reklamasi ini tidak ada keterlibatan WNA. Semua pihak adalah Warga Negara Indonesia yang sah memiliki hak hidup dan berusaha di seluruh wilayah NKRI,” ungkap Yasin.
Menurut Yasin, narasi bernuansa diskriminatif justru memperkeruh suasana publik dan tidak memberi manfaat bagi upaya penyelesaian perkara.
Kritik untuk Legislator

Lebih jauh, Yasin menanggapi pernyataan Anggota DPR RI Dapil Papua Barat Daya, Robert Joppy Kardinal, yang secara terbuka menyebut dokumen izin reklamasi milik BJA adalah palsu.
“Prinsipnya saya mendukung dan sepakat bahwa peristiwa hukum terkait keterangan Lambert Jitmau dalam perkara perdata No. 57/Pdt.G/2025/PN Son perlu diusut. Namun, pernyataan Robert Kardinal yang langsung menyimpulkan dokumen izin reklamasi palsu adalah keliru dan tidak berdasarkan hukum,” tegas Yasin.
Menurutnya, kasus ini harus dipandang dari dua sisi hukum. Jika benar dokumen BJA palsu, maka perusahaan wajib bertanggung jawab. Sebaliknya, jika dokumen tersebut sah, Lambert Jitmau harus mempertanggungjawabkan sumpah palsu yang ia buat di persidangan.

Sengketa ini bermula dari perebutan kepemilikan tanah antara Ronald L. Sanuddin—yang mengatasnamakan Paulus George Hung alias Mister Ting—dan Labora Sitorus. Dalam perkembangannya, muncul dokumen izin reklamasi seluas 12 hektar di Tampa Garam Suprau yang dituding palsu.
Lambert Jitmau, yang hadir sebagai saksi kunci, bersumpah hanya pernah menandatangani izin reklamasi di wilayah Tembok seluas 50 hektar. Ia menegaskan, selain itu, seluruh dokumen yang beredar adalah palsu.
Pernyataan Lambert itulah yang kemudian dilawan keras oleh kuasa hukum PT BJA, sekaligus memicu perbedaan pandangan dengan desakan politik dari Robert Kardinal.
Publik Minta Penegakan Hukum Tegas

Bagi publik, kasus ini bukan sekadar sengketa tanah biasa, melainkan sinyal adanya dugaan mafia perizinan yang merugikan negara sekaligus mengancam ekosistem pesisir Kota Sorong. Desakan agar penegak hukum menuntaskan kasus ini semakin kuat, baik dari ranah politik maupun kuasa hukum perusahaan.
“Serahkan semua kepada penegak hukum agar kebenaran materiil bisa terungkap,” pungkas Yasin.

Artikel ini disusun dengan mengutamakan asas keberimbangan (cover both side), menampilkan pandangan legislatif DPR RI, keterangan saksi mantan Wali Kota, serta pernyataan kuasa hukum perusahaan.
Editor : Chanry Suripatty