Jatir Marau: Pernyataan Mantan Wali Kota Sorong Jadi Pintu Masuk Usut Penyimpangan Izin Reklamasi
SORONG, iNewssorongraya.id – Polemik izin reklamasi pantai di Kota Sorong kembali menyeruak ke permukaan usai pernyataan mantan Wali Kota Sorong, Lamberthus Jitmau. Dalam kesaksiannya di persidangan perkara perdata Nomor 57/Pdt.G/2025/PN Son, Jitmau menegaskan bahwa selama dua periode kepemimpinannya, yakni 2012–2017 dan 2017–2022, hanya satu izin prinsip reklamasi yang pernah ia keluarkan.
Izin tersebut, kata Jitmau, adalah Izin Reklamasi Pantai Tembok Dofior di depan Stadion Lapangan Sepak Bola Bewela, Kota Sorong. Pernyataan itu lantas menjadi sorotan publik, termasuk dari Anggota DPR RI Dapil Papua Barat Daya, Robert Joppy Kardinal, yang meminta aparat penegak hukum menjadikan keterangan tersebut sebagai pintu masuk untuk menelusuri dugaan penyimpangan izin reklamasi di wilayah pesisir Sorong.
“Pernyataan mantan wali kota Sorong itu harus menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum. Kita semua tahu ada lebih dari dua lokasi kegiatan reklamasi pantai di Kota Sorong yang perlu diselidiki,” ujar praktisi hukum Papua Barat Daya, Jatir Yuda Marau, dalam siaran persnya, Selasa (16/9/2025).
Sikap Robert Kardinal kemudian ditanggapi oleh Kuasa Hukum PT Bagus Jaya Abadi (BJA), M. Yasin Djamaluddin. Menurutnya, kesimpulan bahwa dokumen izin reklamasi palsu adalah keliru karena tidak berdasar hukum.
Meski demikian, Yasin menyatakan pada prinsipnya pihaknya mendukung langkah aparat untuk mengusut tuntas keterangan Lamberthus Jitmau di persidangan. “Seharusnya seorang legislator mendorong aparat untuk memeriksa kedua kemungkinan, bukan sekadar menyimpulkan sepihak,” ujarnya sebagaimana dikutip Jatir Yuda Marau.
Menurut Jatir Yuda Marau, pernyataan Robert Kardinal bukan semata soal sengketa tanah antara PT BJA dan Labora Sitorus. Lebih jauh, hal ini menyinggung validitas seluruh izin reklamasi di Kota Sorong. Ia menegaskan bahwa izin prinsip hanyalah tahap awal dari proses panjang reklamasi yang harus memenuhi aturan, termasuk Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25/PERMEN-KP/2019.
“Pemerintah Kota Sorong baru memiliki dasar hukum reklamasi setelah terbitnya Perda Nomor 20 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklamasi Pantai, sementara izin prinsip sudah lebih dulu keluar pada 2013,” jelas Yuda.
Ia menambahkan, terdapat kejanggalan terkait tata ruang, sebab wilayah Supraru hingga Saoka saat itu diperuntukkan sebagai kawasan industri pariwisata, bukan manufaktur atau pertambangan.
Lebih jauh, Yuda menyoroti aktivitas PT BJA yang disebut melakukan reklamasi di beberapa titik, termasuk area sengketa dalam perkara perdata yang sedang berjalan. Publik, kata dia, berhak mengetahui apakah reklamasi tersebut sesuai izin, tata ruang, dan analisis dampak lingkungan (Amdal).
“Disinilah aparat penegak hukum harus turun tangan untuk menyelidiki. Tidak ada yang kebal hukum dalam perkara ini,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa PT BJA pernah dilaporkan masyarakat terkait reklamasi di kawasan wisata Tanjung Kasuari melalui Laporan Polisi Nomor: STTP/530/VI/2021/SPKT tertanggal 30 Juni 2021.
“Oleh karena itu, Polres Sorong Kota harus menindaklanjuti laporan tersebut. Jangan sampai laporan ini dibiarkan mandek,” tulis Yuda menegaskan.
Polemik ini kini berkembang menjadi perhatian luas masyarakat Sorong. Keterangan mantan Wali Kota Sorong yang menyebut hanya menandatangani satu izin reklamasi dinilai membuka tabir persoalan tata kelola pesisir yang lebih besar.
Anggota DPR RI Robert Joppy Kardinal dan praktisi hukum Jatir Yuda Marau sepakat bahwa aparat penegak hukum perlu bertindak tegas. “Pernyataan tersebut adalah bentuk sorotan publik yang sah dan harus dijawab dengan penyelidikan yang transparan,” kata Yuda.
Dengan dinamika hukum yang kian kompleks, desakan agar aparat bergerak cepat semakin menguat. Publik kini menanti langkah konkret penegak hukum dalam memastikan keabsahan izin reklamasi yang beroperasi di Kota Sorong.
Editor : Hanny Wijaya