Sidang Kasus TPPO di Sorong: Mama Eci Terancam 15 Tahun Penjara

SORONG KOTA, iNewssorongraya.id – Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyeret nama Irmayanti alias Mama Eci memasuki babak baru. Sidang perkara ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Papua Barat Daya, dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sorong.
Namun, sidang yang berlangsung pada Kamis (10/7/2025) itu harus ditunda. Jaksa Tiana Yulia Insani meminta waktu tambahan karena materi tuntutannya belum rampung. Majelis Hakim yang diketuai Hatijah Averian Paduwi akhirnya menjadwalkan ulang sidang pembacaan tuntutan pada 17 Juli 2025.
“Tuntutan terhadap terdakwa harus disusun matang, baik berat maupun ringannya hukuman,” tegas Hakim Hatijah dalam persidangan.
Tiga Dakwaan Berat Mengintai "Mama Eci"
Berdasarkan dakwaan Jaksa, Mama Eci dihadapkan pada tiga pasal berat dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
1. Pasal 2 Ayat (2):
Mengancam hukuman minimal 3 tahun hingga 15 tahun penjara, dan denda Rp120 juta hingga Rp600 juta, jika korban yang dieksploitasi adalah anak di bawah umur.
2. Pasal 6 jo Pasal 12:
Mengatur sanksi atas pengiriman anak ke dalam atau luar negeri untuk tujuan eksploitasi. Ancaman hukuman serupa, yakni 3-15 tahun penjara dan denda Rp120 juta sampai Rp600 juta.
3. Pasal Eksploitasi Seksual Anak:
Mengancam hukuman hingga 10 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp200 juta, karena terdakwa diduga menempatkan atau memaksa anak untuk eksploitasi seksual.
Modus Lowongan Kerja di Medsos, Korban Dipaksa Jadi LC
Kasus ini bermula dari laporan korban berusia 15 tahun berinisial ANS ke Polres Raja Ampat pada 18 Februari 2025. ANS mengaku awalnya tertarik lowongan kerja di media sosial yang dikhususkan untuk perempuan.
Korban kemudian bertemu Mama Eci di Makassar pada 24 Januari 2025. Tanpa izin orang tua, korban dibawa ke Waisai, Raja Ampat, setelah Mama Eci memalsukan identitasnya dengan mengubah tahun lahir di KTP menjadi 2005.
Awalnya, korban dijanjikan bekerja di laundry. Namun, pada 1 Februari 2025, korban sadar dirinya dipekerjakan sebagai Lady Companion (LC) di sebuah kafe di Waisai.
Korban mengaku dipaksa menemani tamu minum, dilecehkan, bahkan diancam jika menolak.
“Ko layani saja, itu namanya pekerjaan,” ucap Mama Eci seperti ditirukan korban di persidangan.
Korban juga mengaku tak pernah menerima gaji. Padahal, setiap jam menemani tamu, tarifnya Rp200 ribu—yang dibagi separuh untuk korban dan Mama Eci.
Eksploitasi Seksual di Luar Kafe
Korban juga dipaksa melayani tamu di luar kafe dengan tarif Rp500 ribu per kali, sepenuhnya untuk Mama Eci. Pada 15 Februari 2025, korban pertama kali dibawa ke penginapan oleh tamu tanpa dibayar.
Di penginapan itu, korban bertemu saksi Amelia dan Winda yang kemudian membantu melaporkan kasus ini.
“Saya takut dipukul, makanya minta tolong diantar ke kantor polisi,” tutur korban.
Saat menuju Polres, korban sempat dikejar Mama Eci dengan motor. Beruntung, korban berhasil masuk Polres Raja Ampat dan langsung membuat laporan.
Sidang Lanjut, Nasib Mama Eci Ditentukan 17 Juli 2025
Sidang kasus ini akan dilanjutkan pada 17 Juli 2025, dengan agenda pembacaan tuntutan resmi dari Jaksa Penuntut Umum.
Kasus TPPO ini menyita perhatian publik, mengingat korban masih di bawah umur dan eksploitasi dilakukan secara sistematis.
Editor : Hanny Wijaya