Temuan KLHK: Pulau Manuram Diduga Alami Kerusakan Parah Akibat Tambang Nikel

JAKARTA, iNewssorongraya.id — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan indikasi kuat adanya kerusakan lingkungan parah di Pulau Manuram, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dugaan ini muncul setelah inspeksi awal yang mengidentifikasi aktivitas pertambangan nikel sebagai penyebab utama degradasi lingkungan di wilayah pulau kecil tersebut.
“Kondisi lingkungannya untuk yang ada di Pulau Manuram ini cukup serius. Selain pulaunya kecil, pelaksanaan penambangannya kurang hati-hati. Sehingga ada potensi pencemaran lingkungan yang agak serius,” kata Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Hanif menyebut Pulau Manuram sebagai titik paling kritis dari empat lokasi tambang yang disegel KLHK. Keempat perusahaan tersebut diketahui beroperasi di wilayah kepulauan Raja Ampat dengan pelanggaran serius terhadap undang-undang pengelolaan pulau kecil dan kelautan.
KLHK telah memasang papan pengawasan di lokasi tambang sebagai tanda dimulainya proses hukum. Langkah ini disertai pengumpulan sampel untuk pengujian laboratorium dan pelibatan para ahli guna menghitung kerusakan ekologis.
“Kalau papan plank pengawasan itu dipasang, berarti tahapannya sedang berjalan. Kita akan simpulkan apakah ini masuk ke penindakan pidana atau perdata,” tegas Hanif.
Tambang yang beroperasi di Pulau Manuram dikelola oleh PT Anugerah Surya Pratama (ASP), pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 9.365 hektare di Kepulauan Waigeo dan 1.167 hektare di Pulau Manuram. Perusahaan ini diketahui telah memulai aktivitasnya sejak tahun 2010.
Sdebelumnya penyegelan dilakukan KLHK pada 5 Juni 2025, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Berikut daftar tambang yang dihentikan aktivitasnya:
Organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia turut memperkuat temuan KLHK dengan laporan visual mengenai dampak pertambangan nikel terhadap hutan dan laut. Laporan tersebut mencatat lebih dari 500 hektare hutan rusak di Pulau Gag, Kawe, dan Manuram.
“Sedimentasi akibat tambang nikel mengalir ke perairan dan mengancam terumbu karang serta ekosistem laut,” ungkap Greenpeace dalam laporannya.
Ancaman kerusakan tidak berhenti di tiga pulau itu. Ekspansi tambang juga dikhawatirkan menyasar Pulau Batang Pele dan Manyaifun, yang berjarak hanya 30 kilometer dari ikon wisata dunia, Piaynemo.
Untuk memastikan kondisi sesungguhnya, Menteri Hanif Faisol bersama tim KLHK dijadwalkan mengunjungi lokasi tambang di Raja Ampat pada Kamis, 12 Juni 2025. Kunjungan ini akan menjadi dasar penindakan hukum lebih lanjut.
“Kami tidak akan mentolerir aktivitas tambang yang merusak lingkungan, terutama di wilayah konservasi yang menjadi aset dunia,” ujar Hanif.
KLHK juga menegaskan bahwa seluruh operasi tambang nikel di wilayah Raja Ampat dihentikan sementara hingga perusahaan melakukan pemulihan lingkungan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Editor : Hanny Wijaya