WAISAI, iNewsSorong.id — Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, bersama sejumlah mitra pembangunan dan organisasi lingkungan seperti Konservasi Indonesia, meluncurkan buku elektronik bertajuk "Etika Berwisata di Raja Ampat". Buku ini dirancang sebagai panduan bagi wisatawan dan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keindahan alam Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata paling indah di dunia.
Peluncuran buku ini bertepatan dengan pembukaan Festival Pesona Raja Ampat oleh Pj. Bupati Raja Ampat, Anhar Akib Kadar. Dalam sambutannya yang diwakili oleh Sekretaris Daerah, Dr. Yusuf Salim, M.Si., ia menekankan pentingnya buku ini sebagai pedoman, tidak hanya bagi wisatawan tetapi juga masyarakat setempat. "Buku ini mengajak semua pihak, baik wisatawan maupun masyarakat, untuk ikut menjaga kekayaan alam kita. Melestarikan alam adalah tugas kita bersama," ujarnya.
Buku "Etika Berwisata di Raja Ampat" memuat aturan tentang perilaku yang harus dipatuhi dalam berbagai aktivitas wisata, mulai dari pengamatan burung, menyelam, hingga snorkeling. Terdapat pula aturan khusus untuk lokasi-lokasi wisata ikonik seperti Manta Sandy, danau ubur-ubur di Pulau Misool, serta Wayag dan Pyainemo.
Kepala BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat, Syafri, S.Pi., menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai mitra pembangunan sangat penting untuk memastikan kelestarian kawasan tersebut. "Buku ini merupakan salah satu perwujudan kolaborasi tersebut dan diharapkan dapat memperkuat komitmen semua pihak," katanya.
Indri Widhiastuti, Koordinator Satuan Kerja Raja Ampat dari Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, menyambut baik inisiatif ini. Menurutnya, buku ini mendorong praktik pariwisata yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan, sekaligus membangun hubungan yang harmonis antara wisatawan dan masyarakat setempat.
Roberth Mandosir, Direktur Program Papua dari Konservasi Indonesia, menambahkan bahwa buku ini lahir dari kerja sama antara berbagai pihak, termasuk Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Pariwisata memiliki dampak besar, dan kita harus memastikan agar aktivitas wisata tidak merusak ekosistem. Kami berharap Raja Ampat dapat menjadi pusat pembelajaran bagi wilayah lain dalam mengelola kawasan wisata secara berkelanjutan," jelasnya.
Buku ini tersedia dalam empat bahasa—Bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, dan Prancis—dan dapat diakses secara daring melalui tautan yang disediakan oleh Konservasi Indonesia.
Editor : Chanry Suripatty