JAYAPURA, iNewsSorong.id — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua melalui Direktur Emanuel Gobay mengeluarkan siaran pers dengan nomor 012 / SP-LBH-Papua / X / 2024. Dalam pernyataannya, LBH Papua menyoroti keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Proyek Strategis Nasional di Papua, khususnya di Merauke, yang dinilai melanggar hak masyarakat adat serta bertentangan dengan tugas pokok TNI.
Emanuel Gobay mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera membatalkan pendirian Batalyon Infanteri (Yonif) Penyangga Daerah Rawan di lima wilayah di Papua yang ditujukan untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Menurutnya, tindakan tersebut tidak sesuai dengan fungsi utama TNI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menegaskan bahwa prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis.
Proyek Strategis Nasional Melanggar Hak Masyarakat Adat Papua
LBH Papua juga menyoroti pelanggaran terhadap hak masyarakat adat, khususnya Masyarakat Adat Marind, dalam Proyek Strategis Nasional yang berlangsung di Merauke. Gobay menjelaskan bahwa proyek ini tidak mematuhi mekanisme penanaman modal dan penyediaan tanah ulayat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Dalam undang-undang tersebut, diatur bahwa setiap penanaman modal di Papua harus menghormati hak-hak masyarakat adat serta melibatkan mereka dalam perundingan dengan pemerintah daerah dan investor. Namun, hal ini tidak dilaksanakan, sehingga LBH Papua menilai proyek tersebut melanggar hak konstitusional masyarakat adat Papua yang dilindungi oleh UUD 1945 dan berbagai undang-undang lainnya.
Tindakan Panglima TNI Bertentangan dengan Tugas Pokok TNI
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, baru-baru ini meresmikan lima batalyon infanteri di Papua untuk mendukung program ketahanan pangan, yang mencakup kerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat dalam mengembangkan sektor pertanian. Namun, LBH Papua menilai bahwa keterlibatan TNI dalam program ini melanggar tugas pokok TNI yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang TNI. Gobay menegaskan bahwa tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah, bukan menjalankan kegiatan bisnis atau terlibat dalam proyek-proyek komersial.
“Tindakan Panglima TNI yang meresmikan lima batalyon infanteri penyangga daerah rawan untuk mendukung program ketahanan pangan ini jelas bertentangan dengan tugas pokok TNI dan mengarahkan prajurit untuk terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilarang,” kata Gobay dalam pernyataannya.
Seruan LBH Papua
Atas dasar berbagai pelanggaran tersebut, LBH Papua mengajukan sejumlah tuntutan, antara lain:
Presiden Republik Indonesia diminta segera membatalkan pendirian batalyon infanteri penyangga daerah rawan di Papua yang mendukung program ketahanan pangan karena bertentangan dengan tugas pokok TNI dan melanggar hak masyarakat adat.
Panglima TNI diminta untuk menegakkan jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak terlibat dalam kegiatan bisnis atau politik praktis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004.
Menteri Pertanian diminta untuk menghentikan Proyek Strategis Nasional di Merauke yang melanggar hak masyarakat adat, khususnya Masyarakat Adat Marind.
Siaran pers ini dikeluarkan oleh LBH Papua sebagai bentuk komitmen mereka dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan memastikan bahwa TNI tetap berada pada koridor tugas utamanya sebagai penjaga keamanan dan kedaulatan negara, tanpa terlibat dalam kegiatan bisnis atau proyek yang berpotensi melanggar hukum.
Editor : Chanry Suripatty