MUARA TAMI, iNewsSorong.id – Setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi senilai Rp1 Miliar, Gubernur Papua Lukas Enembe akhirnya muncul ke publik dan memberikan klarifikasi terkait kondisi yang tengah dihadapinya.
Sebelumnya sejak dirinya ditetapkan sebagai tersangka semua urusan komunikasi dengan media massa diserahkan Lukas Enembe kepada juru bicaranya Rifai Darus dan Tim Penasehat Hukumnya.
Penetapan tersangka Lukas Enembe ini berkembang menjadi polemik luas di tengah masyarakat Papua, media sosial hingga media massa.
Adalah media online Jubi, media terbesar dan pertama di tanah Papua yang berkesempatan mewawancarai Lukas Enembe pada Jum'at (23/9/2022) siang di kediaman Lukas Enembe di Koya Tengah, Distrik Muara Tani, Kota Jayapura, Papua.
Seperti yang dikutip dari Jubi, Lukas Enembe akhirnya buka suara terkait dengan polemik penetapan dirinya sebagai tersangka gratifikasi, pemblokiran rekeningnya, tuduhan setoran ratusan miliar ke kasino di Singapura.
Sambil mulai menyantap makan siangnya, Enembe berkisah tentang kasus yang sedang dihadapinya. Ia mengatakan tidak terkejut dengan penetapan statusnya sebagai tersangka.
Karena ini bukan pertama kalinya ia menghadapi upaya-upaya mengkriminalisasi dirinya. Ia menyebut apa yang dihadapinya ini sebagai kriminalisasi bermotif politis.
“Motifnya politis. Mereka ingin menyingkirkan saya dari jabatan gubernur. Mereka ingin jatuhkan Demokrat di Papua. Mereka beranggapan, selama saya masih menjadi gubernur, mereka sulit mengalahkan Partai Demokrat di Papua. Ini Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) yang ingin menyingkirkan Partai Demokrat di Papua.,” ungkap Enembe.
Saat ini memang Lukas Enembe kembali menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Papua untuk periode kepengurusan 2022 -2027.
Keinginan PDIP untuk menyingkirkan dirinya ini, menurutnya dijalankan oleh jenderal-jenderal purnawirawan polisi. Enembe menyebutkan nama TK, BG dan PW sebagai orang-orang dibalik apa yang dihadapinya saat ini.
“Tahun 2017 mereka (TK dan BG) membawa saya lalu meminta saya menerima PW sebagai pasangan saya untuk maju sebagai gubernur Papua. Saya menolak karena saya sudah memutuskan maju bersama Clemen Tinal almarhum,” jelas Enembe.
Enembe berhenti berkisah. Ia menggeser piring makannya dan mengambil mangkuk yang berisi papeda lalu mengangkat mangkuk berisi ikan kuah untuk memindahkan kuah dan ikan ke mangkuk berisi papeda. Setelah itu, ia melanjutkan makan siangnya dengan papeda.
Lalu, Enembe melanjutkan kisahnya, hal yang sama terjadi lagi pada tahun 2021. Bedanya, tahun 2021 ini TK datang seorang Menteri untuk mengajukan nama PW sebagai pengganti almarhum Clemen Tinal yang meninggal dunia. Saat itu, Enembe mengatakan dirinya menanggapi pengajuan nama tersebut dengan mengatakan keputusan berkaitan dengan calon pengganti alrmahum Clemen Tinal sebagai wakil gubernur sudah diserahkan kepada koalisi partai pendukung Lukas Enembe dan Clemen Tinal saat maju sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur.
"Jadi apa yang saya hadapi saat ini saya sebut sebagai kriminalisasi karena sudah ada upaya-upaya sebelumnya untuk mengkriminalisasi saya oleh orang-orang yang sama untuk kepentingan PDIP,” ujar Enembe.
Mantan Bupati Puncak Jaya ini mengambil satu gelas berisi air lalu meneguknya sampai habis. Dilanjutkan dengan gelas kedua dan ketiga, lalu ditutup dengan gelas berisi obat yang harus ia minum setelah makan.
Enembe memastikan ia tidak akan menghindar dari pemeriksaan KPK. Jika kesehatannya sudah benar-benar pulih, ia akan datang memenuhi panggilan KPK untuk memberikan penjelasan ataupun diperiksa. Ia pun membantah ada pengerahan massa untuk melindungi dirinya. Demonstrasi dan penjagaan massa di rumah pribadinya pada tanggal 20 September lalu adalah bentuk dukungan moral rakyat Papua.
“Jika kesehatan saya pulih, saya akan penuhi panggilan KPK itu,” tegas Enembe.
Tak seperti beberapa hari sebelumnya, rumah pribadi Lukas Enembe tampak sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang berjaga di depan pintu gerbang rumah. Lukas Enembe pun tinggal di rumah dengan seorang pramusaji, seorang ajudan dan dua keluarga dekatnya. Ibu gubernur dan anaknya tinggal di gedung negara.
“Saya sendiri susah meminta mereka pulang. Mereka tidak mengijinkan saya keluar rumah. Karena jika saya keluar rumah dan terjadi sesuatu pada saya, mereka akan “baku bunuh” antar mereka sendiri. Jadi saya pun harus berhati-hati meminta mereka pulang,” jelas Enembe tentang ribuah orang yang datang dan berkumpul di rumahnya beberapa hari lalu.
Bagi Lukas Enembe, upaya pihak-pihak yang ingin menjatuhkannya (kriminalisasi) ini sangat aneh. Karena ia sendiri akan habis masa jabatannya sebagai gubernur dalam waktu satu tahun lagi.
“Tidak perlu mereka susah payah menjatuhkan saya. Nanti juga saya berhenti sebagai gubernur. Satu tahun lagi masa jabatan saya habis,’ kata Enembe.
Bertahun-tahun menjadi Ketua Partai Demokrat Provinsi Papua membuat Enembe sangat memahami perebutan kekuasaan antar partai politik maupun intrik-intrik politik lainnya. Sebagai kepala daerah hampir dua puluh tahun, pria asal Mamit, Kabupaten Tolikara ini sudah kenyang mengurusi konflik panjang di atas Tanah Papua ini untuk menjaga Papua tetap dalam NKRI.
“Mengurusi Papua ini tidak mudah. Salah urus, bisa berbahaya,” kata Enembe menutup perbincangan dengan Jubi.
Editor : Chanry Suripatty