KOTA SORONG, iNewssorongraya.id — Kritik keras datang dari tokoh Gereja Katolik Kabupaten Tambrauw terhadap pola kerja Pemerintah Daerah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Hans Baru, pengurus Dewan Gereja Katolik Tambrauw, memprotes kebiasaan Pemda Tambrauw menggelar kegiatan pemerintahan di Kota Sorong dengan menggunakan hotel-hotel berbintang, meski anggaran bersumber dari masyarakat Tambrauw.
Dalam wawancara dengan iNewssorongraya.id, Senin (15/12/2025), Hans menyatakan kehadirannya bukan sebagai individu, melainkan sebagai representasi suara umat dan masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktik tersebut.
“Hari ini saya datang dalam kapasitas Gereja, Dewan Gereja, yang menyuarakan hati umat. Kegiatan pemerintah Kabupaten Tambrauw hampir menjadi rutinitas dilakukan di Kota Sorong dengan menggunakan uang rakyat Tambrauw,” kata Hans.
Hans menegaskan bahwa sejak Kabupaten Tambrauw resmi menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada 2008, semestinya pemerintah telah mampu menyelenggarakan aktivitas pemerintahan secara mandiri di wilayahnya sendiri.
“Dengan adanya SK DOB, artinya kami sudah dewasa. Kami harus mengatur rumah kami sendiri, rumah Tambrauw,” ujarnya.
Namun, menurut Hans, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Berbagai agenda pemerintahan justru lebih sering digelar di luar wilayah administratif Tambrauw.
“Sampai hari ini kami belum melihat bagaimana rumah Tambrauw itu berbenah. Administrasi pemerintahan lebih banyak dilakukan di Kota Sorong. Kalau roh pemerintahan—yaitu administrasi—selalu ada di Sorong, lalu bagaimana nasib masyarakat Tambrauw?” katanya.
Hans menilai penggunaan anggaran daerah di Kota Sorong telah menciptakan ketimpangan ekonomi dan memperlemah perputaran uang di Tambrauw, termasuk berdampak langsung terhadap gereja dan pembangunan iman masyarakat.
“Uang yang diambil dari Tambrauw dibawa ke Sorong untuk memperkaya hotel-hotel dan pihak yang sudah berkecukupan, sementara masyarakat di Tambrauw kekurangan untuk biaya hidup, pendidikan, dan rumah ibadah,” tegasnya.
Ia mendesak agar seluruh kegiatan pemerintahan dihentikan dari Kota Sorong dan dipusatkan di Tambrauw, agar manfaat anggaran dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal.
“Buat kegiatan di Tambrauw saja. Dengan anggaran terbatas, uang itu bisa mengalir ke masyarakat, dan sebagian hasilnya bisa menopang pembangunan gereja serta pendidikan iman,” ujar Hans.
Hans juga menyoroti pelaksanaan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tambrauw yang kembali dilakukan di Kota Sorong. Menurutnya, langkah tersebut bertentangan dengan prinsip dasar pembangunan daerah.
“Ini luar biasa. Roh pembangunan Tambrauw justru ditetapkan di luar Tambrauw,” katanya.
Lebih jauh, Hans mengkritik adanya praktik “kantor ganda” yang menurutnya menghamburkan anggaran negara, terutama di tengah dorongan efisiensi belanja pemerintah pusat.
“Kalau memang belum mampu, tutup saja kantor di Tambrauw, pindah ke Sorong sementara. Jangan ada matahari kembar dalam pemerintahan. Ini pemborosan,” ujarnya.
Hans juga menyinggung pernyataan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran, serta arahan tegas Wakil Bupati Tambrauw Paulus Ajambuan dalam apel perdana yang meminta seluruh kegiatan pemerintahan dihentikan dari Kota Sorong.
“Pernyataan Wakil Bupati sudah jelas: hentikan semua kegiatan di Kota Sorong. Sekarang tinggal bagaimana kita di bawah menjalankan semangat itu,” kata Hans.
Ia menegaskan bahwa Gereja dan masyarakat akan terus mengawal kebijakan tersebut demi pembangunan Tambrauw yang berdaulat dan berkeadilan.
“Kami akan terus menghimbau dan melawan praktik yang tidak berpihak pada rakyat, demi Tambrauw yang maju sesuai visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati,” pungkasnya.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait
