SORONG, iNewssorongraya.id – Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, menegaskan bahwa penyelesaian konflik terkait pembakaran rumah bantuan pemerintah di Pulau Sain, Kabupaten Raja Ampat, harus dilakukan melalui jalur hukum dan prosedur kenegaraan, bukan dengan aksi anarkis.
Insiden ini terjadi pada Sabtu (20/9/2025), ketika sekelompok warga dari Desa Umiyal, Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, membakar sedikitnya lima unit rumah bantuan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Aksi tersebut dipimpin langsung Kepala Desa dan Ketua BPD setempat, sebagai bentuk penolakan terhadap klaim kepemilikan tiga pulau sengketa — Sain, Kiyas, dan Piyai — yang diperebutkan antara Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat Daya.
Menanggapi kejadian ini, Gubernur Elisa Kambu dalam pernyataan resmi pada Senin (22/9/2025). Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah akan tetap mengedepankan jalur hukum.
"Ya, kita ini kan hidup di Indonesia yang diatur oleh undang-undang. Kita akan melanjutkan proses ini ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang nantinya memfasilitasi pembahasan antara Provinsi Papua Barat Daya dan Provinsi Maluku Utara," ujar Elisa Kambu.
Elisa menambahkan, pihaknya telah menyiapkan dokumen lengkap hasil rapat bersama masyarakat adat dan Pemkab Raja Ampat. Ia bahkan memastikan akan memimpin langsung tim ke Jakarta untuk menyerahkan berkas kepada Kemendagri.
"Kami siap berangkat besok. Saya sendiri yang akan pimpin tim ke Jakarta. Dokumen sudah lengkap, sudah ada hasil rapat bersama masyarakat adat dan Pemkab Raja Ampat," jelasnya.
Dalam pernyataannya, Gubernur Elisa Kambu juga mengimbau masyarakat agar tidak lagi melakukan tindakan yang dapat memperkeruh suasana.
"Kami berharap tidak ada aksi lagi. Kita akan ikuti prosedur yang ada. Tugas kita sekarang adalah mendorong Pemerintah Pusat agar segera memfasilitasi pertemuan resmi antarprovinsi," ujarnya.
Ia menegaskan keyakinannya bahwa Papua Barat Daya akan memenangkan sengketa kepemilikan tiga pulau tersebut jika seluruh proses dijalankan sesuai aturan.
"Saya percaya bisa, kita tetap melalui mekanisme yang ada," kata Elisa penuh optimisme.
Konflik kepemilikan Pulau Sain, Kiyas, dan Piyai berawal dari klaim tumpang tindih antara Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat Daya) dan Kabupaten Halmahera Tengah (Maluku Utara). Warga Desa Umiyal menolak klaim Pemkab Raja Ampat, dengan alasan bahwa ketiga pulau tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari Pulau Gebe, wilayah administratif Maluku Utara.
Namun, Pemkab Raja Ampat bersama masyarakat adat dan Pemprov Papua Barat Daya meyakini bahwa pulau-pulau tersebut masuk dalam wilayah hukumnya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya berkomitmen menempuh jalur konstitusional dengan membawa kasus ini ke Kemendagri. Upaya ini diharapkan menjadi jalan keluar resmi, tanpa harus ada aksi massa yang berpotensi memicu konflik horizontal.
"Yang pasti besok kita ke Jakarta, nanti kita kembali kita juga akan tetap ke lokasi lagi, terus untuk konsolidasi persiapan untuk kita desak, karena kita punya tugas adalah terus mendorong Pemerintah Pusat segera memfasilitasi pertemuan ini," tegas Elisa.
Dengan demikian, langkah damai dan prosedural diyakini dapat menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan sengketa perbatasan wilayah antara dua provinsi bertetangga ini.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait