Forum Lintas Suku OAP Tuntut Pemerintah Pusat Kembalikan 3 Pulau Raja Ampat Yang Dicaplok Malut

CHANRY SURIPATTY
Forum Lintas Suku OAP tuntut Pemerintah Pusat kembalikan 3 pulau Raja Ampat yang dicaplok Maluku Utara. [FOTO : iNewssorongraya.id -CHAN]

 

SORONG KOTA, iNewssorongraya.id — Setelah sekian lama diam, masyarakat Orang Asli Papua (OAP) melalui Forum Lintas Suku OAP Papua Barat Daya akhirnya bersuara lantang menuntut pengembalian tiga pulau milik Kabupaten Raja Ampat, yakni Pulau Sain (Sayang), Piay, dan Kiyas. Tiga pulau ini sejak 2021 masuk ke wilayah administratif Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, melalui keputusan Kementerian Dalam Negeri.

Ketua Dewan Adat Suku Betew Kafdarun Raja Ampat, Yan Mambrasar, menyatakan bahwa klaim Maluku Utara tidak memiliki dasar adat maupun historis. Menurutnya, pulau-pulau tersebut sejak lama menjadi bagian dari masyarakat Raja Ampat, termasuk melalui ikatan sejarah dengan Kesultanan Tidore.

“Pulau-pulau ini dulu diserahkan oleh Kesultanan Tidore kepada masyarakat Raja Ampat, karena hubungan sejarah dimana anak Sultan diperistri oleh panglima perang Papua, Kurabesi. Itu sejarah yang tidak bisa dipungkiri,” ujar Yan Mambrasar.

Ia menilai keputusan pemindahan wilayah hanya berdasarkan tafsir pejabat pusat tanpa melibatkan masyarakat adat.

“Jika aturan tidak lagi menghormati sejarah dan hak adat, maka aturan itu harus ditinjau ulang. Jangan asal caplok wilayah kami demi alasan memperluas otonomi daerah,” tegasnya.

Forum Lintas Suku OAP bersama Dewan Adat berencana membawa kasus ini hingga ke tingkat nasional.

“Kami segera ke Jakarta bertemu Presiden dan Mendagri. Jika perlu, kami akan bawa masalah ini ke Komnas HAM, KPK, bahkan Mahkamah Konstitusi. Ini bukan main-main. Masyarakat adat siap berdiri paling depan,” lanjutnya.

Selain itu, Mambrasar menjelaskan bahwa meski Pulau Kiyas kerap dianggap hanya karang, secara resmi peta BAKOSURTANAL tetap mengategorikannya sebagai pulau. “Pulau Sain dan Piay jelas ada vegetasi, sementara Kiyas tetap masuk kategori pulau meski kecil,” jelasnya.

Kepala Suku Besar Biak Papua Barat Daya, Hengky Korwa, juga memperkuat klaim tersebut.

“Secara historis, Pulau Sain itu bahasa Biak, bukan Sayang. Itu warisan leluhur kami. Kami minta pemerintah pusat mengembalikan pulau-pulau itu ke Tanah Papua, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya,” ungkapnya.

Sebelumnya, polemik kepemilikan tiga pulau ini juga mendapat respon tegas dari Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu. Dalam kunjungan kerjanya di Raja Ampat, Rabu (10/9/2025) lalu, ia menegaskan bahwa tanah dan pulau tersebut bukan hanya soal administratif, melainkan harga diri masyarakat Papua.

“Saya sependapat dengan Bupati. Pulau ini milik kita. Itu tanah warisan nenek moyang. Kalau pindah tangan, betapa sedihnya para leluhur. Itu harga diri kita. Jadi harus kembali ke Papua,” ujar Elisa Kambu.

Ia menegaskan, pemerintah daerah akan menempuh langkah hukum dan politik melalui mekanisme resmi di Kementerian Dalam Negeri.

“Pulau itu dari dulu bagian Papua. Baru tahun 2021 keluar keputusan sepihak masuk Maluku Utara. Itu kesalahan administratif yang harus kita perbaiki. Kita akan lawan dengan cara bermartabat,” katanya.

Hasil peninjauan tim gabungan Pemprov Papua Barat Daya dan Pemkab Raja Ampat menemukan fakta di lapangan:

  • Pulau Sain (Sayang): Sudah dibangun 15 rumah oleh Pemkab Halmahera Tengah dan dihuni 53 jiwa, namun sebelumnya Pemkab Raja Ampat juga membangun 5 rumah dan tugu batas tahun 2016.
  • Pulau Piay: Sejak 2006 menjadi lokasi konservasi penyu hijau oleh Pemkab Raja Ampat bersama Yayasan Penyu Papua.
  • Pulau Kiyas: Mengalami abrasi parah dan membutuhkan penanganan serius.

Selain memperjuangkan status kepemilikan, Pemprov Papua Barat Daya juga menyiapkan program pembangunan rumah layak huni, sarana ibadah, air bersih, hingga hibah modal usaha bagi masyarakat adat.

Dukungan juga datang dari DPRD Raja Ampat, DPR Papua Barat Daya, serta perwakilan masyarakat adat yang menandatangani surat resmi menolak klaim sepihak Maluku Utara. Mereka menegaskan bahwa tiga pulau itu adalah simbol kedaulatan dan harga diri orang Papua.

Dari dua sisi, baik masyarakat adat melalui Forum Lintas Suku OAP maupun pemerintah provinsi, tuntutan mereka sama: pulau Sain, Piay, dan Kiyas harus dikembalikan ke Papua Barat Daya. Konflik ini bukan sekadar soal batas wilayah, melainkan menyangkut sejarah, hak adat, dan harga diri leluhur Papua.

 

Editor : Hanny Wijaya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network