SORONG, iNewssorongraya.id – Upacara kelulusan pendidikan adat bagi sub suku Moi, Abuntat, dan Salkma berlangsung dengan khidmat di Kampung Klawsa, Kabupaten Sorong, pada Minggu (30/3/2024). Lebih dari sekadar seremoni, acara ini menjadi momentum penting bagi masyarakat adat untuk menegaskan sikap tegas mereka dalam menolak eksploitasi perusahaan di wilayah adat.
Pendidikan adat suku Moi, sikap tegas masyarakat menolak eksploitasi perusahaan di wilayah adat. [ FOTO : iNewssorongraya.id - GAMAL ].
Pendidikan adat ini merupakan sistem pembelajaran turun-temurun yang diberikan oleh para tetua adat (tliki) guna mempertahankan identitas, budaya, dan tradisi suku Moi. Para peserta dididik mengenai nilai-nilai adat, sejarah leluhur, serta cara hidup yang selaras dengan alam. Sistem ini menjadi benteng pertahanan terakhir bagi masyarakat adat Moi di tengah ancaman modernisasi dan eksploitasi sumber daya alam yang semakin marak.
Pendidikan adat suku Moi, sikap tegas masyarakat menolak eksploitasi perusahaan di wilayah adat. [ FOTO : iNewssorongraya.id - GAMAL ].
Ketua Panitia, Oskar Klow, dalam sambutannya menegaskan bahwa pendidikan adat tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap ancaman eksternal yang mengganggu kelangsungan hidup masyarakat adat. “Kami sepakat menolak kehadiran perusahaan model apa pun di tanah adat kami. Tanah dan hutan adalah sumber kehidupan kami. Jika mereka dirampas, maka kami akan kehilangan jati diri sebagai orang Moi,” ujarnya tegas.
Upacara kelulusan ini juga menjadi ajang pembacaan surat keputusan penolakan terhadap dua perusahaan yang berencana beroperasi di wilayah adat Moi. Apsalom Klow, yang dikenal dengan nama adatnya Skoolswan, secara lantang menyatakan penolakan masyarakat adat terhadap PT Manceraya Agro yang direncanakan beroperasi hingga tahun 2050. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa masyarakat Moi tidak akan memberikan izin bagi investasi lain yang berpotensi mengeksploitasi sumber daya alam di wilayah Salkma dan Abuntat.
“Kami tidak akan tinggal diam. Tanpa tanah dan hutan, orang Papua tidak bisa hidup. Pemerintah seharusnya lebih berpihak kepada masyarakat adat, bukan malah membiarkan perusahaan masuk dan merampas hak kami,” kata Apsalom dengan penuh semangat.
Pendidikan adat ini telah berlangsung sejak 26 April 2014 dan berhasil meluluskan 24 peserta laki-laki yang telah menyelesaikan seluruh tahapan pembelajaran adat hingga Maret 2025. Program ini membekali generasi muda Moi dengan keterampilan hidup seperti berburu, meramu makanan, mengenali tanaman obat, serta memahami tata cara musyawarah adat.
Pendidikan adat suku Moi, sikap tegas masyarakat menolak eksploitasi perusahaan di wilayah adat. [ FOTO : iNewssorongraya.id - GAMAL ].
Selain masyarakat adat, acara ini juga dihadiri oleh pemuda, pelajar, mahasiswa, dan tokoh adat yang secara terbuka menyuarakan sikap menolak segala bentuk eksploitasi terhadap tanah adat. Salah satu lulusan pendidikan adat menyampaikan bahwa mereka siap berada di garda terdepan dalam mempertahankan hak mereka. “Kami akan berdiri tegak menjaga tanah ini. Warisan leluhur kami tidak bisa digantikan dengan uang atau pembangunan yang merusak,” katanya.
Upacara ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap masyarakat adat serta doa bersama untuk keberlanjutan adat dan budaya Moi. Para lulusan kemudian diarak oleh masyarakat sebagai simbol penghormatan atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan pendidikan adat. Momentum ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat adat Moi tetap teguh mempertahankan tanah leluhur mereka dari ancaman eksploitasi dan perusakan lingkungan.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait