Suara Dari Timur Indonesia, Solidaritas Jurnalis Bergerak Tolak Revisi UU Penyiaran oleh DPR RI

ZADRAK WANGGAI
Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

SORONG – Aksi demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI terus berlanjut di seluruh daerah di Indonesia. 

Dari timur Indonesia suara penolakan terkait revisi UU penyiaran bergema disuarakan solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya. 


Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

Puluhan Jurnalis itu menggelar aksi  demonstrasi terkait penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran, di halaman Kantor DPRD Kota Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (22/5/2024).

Demonstrasi tersebut diikuti oleh perwakilan Jurnalis yang tergabung dalam organisasi Pers Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) hingga perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Wakil Ketua IJTI Papua Barat - Papua Barat Daya Maikel Jasman mengaku prihatin atas dilakukannya revisi UU penyiaran oleh DPR RI tersebut. Revisi tersebut menurut Jasman dianggap membawa bencana besar bagi kebebasan pers di Indonesia saat ini. 


Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

" Kami sangat prihatin atas cara-cara seperti ini. Apakah ini adalah niat dari kawan-kawan DPR untuk mengebiri kebebasan pers di Indonesia? Kalau seperti itu maka kami semua pekerja pers siap untuk melawan," tegas Maikel Jasman. 

Menurut Jurnalis TVRI tersebut revisi UU penyiaran akan mengekang pers dalam melakukan tugas-tugas jurnalis apalagi soal liputan investigasi. Dimana menurutnya liputan investigasi merupakan mahkota pers dalam tugasnya. 

“Liputan investigasi adalah liputan yang sangat mahal dilakukan oleh kami sebagai pilar keempat demokrasi. Dan itu sebagai mahkota pers,” ujarnya. 

Sementara itu, Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya Safwan Ashari mengatakan, draft RUU Penyiaran tersebut dinilai berpotensi membawa malapetaka dan mengancam kebebasan pers di Papua Barat Daya.


Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

Menurut Safwan yang juga koordinator advokasi AJI Papua Barat - Papua Barat Daya ini, RUU Penyiaran tersebut,  justru akan menambah deretan masalah tata kelola media penyiaran, serta mengekang kebebasan pers.

“RUU Penyiaran yang ada saat ini berpotensi merugikan masyarakat luas termasuk jurnalis, sehingga harus ditolak pengesahannya,” ungkap Safwan.

Lebih lanjut Safwan mengungkapkan, apalagi RUU tersebut dibahas dalam masa transisi pemerintahan yang kurang dari enam bulan diujung masa anggota DPR RI periode 2019-2024 dan tidak melibatkan banyak pihak termasuk pilar keempat demokrasi di Indonesia.


Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

“Terus terang kami tolak RUU Penyiaran, sebab didalamnya seperti pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” jelasnya.

“Kita harus tahu bahwa investigasi adalah liputan yang paling mahal dan dapat membantu penegak hukum," tambahnya. 

Lanjut Safwan apabila DPR RI tetap memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU dan mengesahkan menjadi UU, katanya, hal itu jelas tidak sesuai dengan etika hukum sebab tidak melibatkan publik termasuk pers.

“Kalau memang DPR dan pemerintah tetap bersikeras mengesahkan RUU menjadi UU Penyiaran tanpa prosedur yang jelas maka sudah barang tentu keputusan itu tidak sah,” tegasnya.

Jurnalis Tribun Network itu mengatakan dalam sebuah negara yang demokratis, ketika legislatif dan kepala negara maupun kepala pemerintahan baru telah terpilih, maka pemerintahan yang eksisting tidak akan membuat keputusan baru dan strategis.


Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat Daya Fauzia menegaskan, RUU Penyiaran harus ditolak karena hanya akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung. Apalagi untuk dialihkan ke KPI maka pers tidak miliki Nilai independen lagi.

“Mereka maunya apa, itu hanya untuk melindungi kepentingan oknum-oknum tidak bertanggung jawab kedepannya. Kami jelas menolak dengan tegas RUU Penyiaran karena akan membatasi dan mengkerdilkan sistem demokrasi, terlebih kebebasan pers di negeri ini,” tegasnya.


Puluhan Jurnalis yang tergabung dalam solidaritas Jurnalis Provinsi Papua Barat Daya gelar demonstrasi menolak revisi UU penyiaran oleh DPR RI. (FOTO: iNewsSorong.id)

 

 

Selain itu, Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal saat bertemu massa aksi berjanji, perihal aspirasi yang disampaikan oleh Jurnalis Papua Barat Daya akan ditindaklanjuti secara berjenjang hingga ke pusat.

“Kita hadir untuk rakyat sesuai dengan amanat Undang-undang maka tentu akan kami bawa aspirasi ini ke DPR RI hingga ke pemerintah pusat,” pungkasnya.

Editor : Chanry Suripatty

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network