Anggota DPR: Polisi Jangan Diam! Pembakaran Rumah di Pulau Sain Tindakan Kriminal
JAKARTA, iNewssorongraya.id – Anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Papua Barat Daya, Robert Joppie Kardinal, mengecam keras aksi pembakaran lima unit rumah bantuan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat di Pulau Sain, Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada Sabtu (20/9/2025).
Peristiwa itu dipicu oleh sengketa kepemilikan tiga pulau—Sain, Piyai, dan Kiyas—yang hingga kini belum ditetapkan secara tegas oleh pemerintah pusat.
Robert menilai aparat kepolisian, khususnya Polda Maluku Utara, lamban menangani kasus ini. Ia menegaskan pembakaran fasilitas negara tidak bisa dianggap sepele.
“Saya minta dengan tegas supaya yang bakar rumah itu ditangkap. Itu tindakan kriminal. Kok Polda Maluku Utara diam saja? Orang bakar rumah yang dibangun pakai uang negara, masa dibiarkan?” kata Robert dengan nada tinggi, Kamis (2/10/2025).
Politikus asal Papua Barat Daya itu mengingatkan bahwa negara telah mengeluarkan anggaran besar untuk pembangunan rumah bantuan tersebut. Karena itu, aksi perusakan jelas merugikan keuangan negara dan mencederai wibawa pemerintah.
“Minta kepolisian itu Polda Maluku Utara harus proses semua pelakunya. Kalau tidak ada proses, kami akan menyurat resmi ke Mabes Polri. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.
Robert juga menilai tindakan pembakaran rumah merupakan cara-cara “tidak elegan” yang hanya memperuncing konflik antarwarga.
Lebih jauh, Robert menegaskan bahwa tiga pulau tersebut secara historis masuk dalam wilayah Papua Barat Daya. Ia merujuk pada dokumen arsip Belanda yang tersimpan di Arsip Nasional, termasuk catatan akademis Prof. Drogbraver, yang mengonfirmasi bahwa Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas merupakan bagian dari tanah Papua.
“Itu jelas, ada bukunya, ada arsipnya. Sejak masa pendudukan Belanda, tiga pulau itu masuk Nederland Nieuw Guinea. Jadi tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi. Itu milik Papua Barat Daya, masuk ke Raja Ampat,” ujarnya.
Robert mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengambil keputusan tegas agar polemik ini tidak berlarut-larut. Menurutnya, lambannya penetapan status administrasi menjadi sumber konflik di lapangan.
“Kalau Kemendagri tidak segera menegaskan, konflik seperti ini akan terus terjadi. Jangan bertele-tele. Sudah jelas sejarahnya. Tiga pulau itu punya Papua Barat Daya,” kata Robert.
Robert menilai tarik-menarik kepemilikan tiga pulau tersebut telah menimbulkan kerugian berlapis, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun keamanan. Ia mengingatkan pemerintah pusat untuk segera mempertemukan pihak-pihak terkait, mulai dari Pemprov Papua Barat Daya, Pemprov Maluku Utara, hingga tokoh masyarakat, guna mencari solusi final.
“Konflik ini terjadi karena tidak ada ketegasan. Kalau dibiarkan, masyarakat yang berantem di bawah. Pemerintah jangan tunggu sampai jatuh korban,” tandasnya.
Editor : Chanry Suripatty