SORONG, iNewsSorong.id – Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, Muhammad Musa'ad, mengungkapkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas (Migas) Otonomi Khusus (Otsus) untuk tahun anggaran 2025 di provinsi tersebut mengalami penurunan signifikan. Penurunan ini dinilai sebagai konsekuensi dari sejumlah faktor struktural dan administrasi yang mempengaruhi pembagian hasil migas di wilayah baru tersebut.
Pada kesempatan penyerahan Surat Keputusan (SK) pembagian DBH Migas Otsus kepada enam kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat Daya, Musa'ad menekankan pentingnya untuk memahami secara mendalam penyebab penurunan ini. “DBH Migas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Saya meminta para Sekda untuk mencermati dan meneliti apa penyebab utama dari penurunan ini,” ujar Musa'ad, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Kamis (10/10/2024).
Penurunan DBH Migas ini menimbulkan pertanyaan mengingat laporan Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya peningkatan ekspor migas di Papua Barat Daya pada Agustus 2024. Dibandingkan bulan sebelumnya, ekspor migas meningkat tajam sebesar 192,02 persen, dari 1,57 juta dolar AS menjadi 4,58 juta dolar AS. Namun, hal ini tidak tercermin pada peningkatan DBH Migas yang diterima provinsi.
Salah satu penjelasan utama adalah pemisahan administratif antara Papua Barat Daya dengan Provinsi Papua Barat, yang kini menghitung DBH Migas secara terpisah.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Papua Barat Daya, Harjito, menegaskan bahwa hal ini berpengaruh besar pada perubahan alokasi.
"Pada 2024, kita mengalami penurunan signifikan sekitar Rp1,2 triliun, karena perhitungan DBH Migas sekarang terpisah dari Papua Barat," ujarnya.
Penurunan DBH Migas yang diproyeksikan akan terus berlanjut hingga 2025, dengan angka penurunan sekitar 10 persen dari tahun sebelumnya, turut memicu langkah-langkah strategis pemerintah daerah.
Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya di bawah kepemimpinan Pj Gubernur telah merekomendasikan ekspansi pengeboran sumur minyak dan gas sebagai upaya jangka panjang untuk mendongkrak pendapatan dari sektor ini.
"Rekomendasi perluasan sumur pengeboran diharapkan bisa mendukung peningkatan DBH Migas di masa depan, namun perlu ada koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah daerah, kementerian terkait, dan pelaku industri migas seperti Pertamina," tambah Harjito.
Langkah berikutnya, Pj Gubernur telah meminta Sekda untuk segera berkonsultasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Keuangan, guna mengevaluasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan DBH Migas ini. Di samping itu, pertemuan dengan Pertamina akan dijadwalkan untuk memastikan bahwa aspek teknis dan operasional juga mendapat perhatian dalam menyelesaikan masalah ini.
Penurunan DBH Migas ini, lanjut Harjito, berpotensi menghambat pembangunan di daerah-daerah penghasil migas, terutama Kabupaten Sorong yang selama ini menjadi penyumbang terbesar. Kabupaten tersebut akan menerima Rp66,90 miliar dari DBH Minyak Bumi dan Rp7,09 miliar dari DBH Gas Alam pada 2025, angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain.
Sementara itu, kabupaten dan kota lainnya seperti Sorong Selatan, Tambrauw, Raja Ampat, dan Maybrat, masing-masing akan memperoleh DBH Minyak Bumi sebesar Rp10,03 miliar dan DBH Gas Alam senilai Rp1,06 miliar.
Dengan situasi yang ada, Papua Barat Daya dihadapkan pada tantangan untuk mencari cara agar penerimaan DBH Migas tidak terus menurun, sehingga pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik tetap berjalan sesuai rencana.
Editor : Chanry Suripatty