SORONG, iNewsSorong.id - Meninggalnya Paulus Salossa dalam aksi demonstrasi di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu (21/9/2024) merupakan momen yang sangat menyentuh bagi masyarakat Papua, terutama mereka yang memperjuangkan hak-hak Orang Asli Papua (OAP).
Acara Malam Seribu Lilin diadakan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada Paulus, yang dikenal sebagai pahlawan perjuangan hak-hak masyarakat adat Papua dan pembela Otonomi Khusus (Otsus). Paulus Salossa menjadi simbol perjuangan keadilan bagi OAP di Papua Barat Daya.
Paulus Salossa, pahlawan perjuangan hak-hak masyarakat adat Papua dan pembela Otonomi Khusus (Otsus). Paulus Salossa menjadi simbol perjuangan keadilan bagi OAP di Papua Barat Daya. (FOTO : DOK PRIBADI)
Kepergian Paulus Salossa memicu duka mendalam dari para tokoh Papua. Salah satunyat, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil OAP dan Non-OAP, Ferry Onim menegaskan bahwa perjuangan yang dibawa Paulus akan terus hidup meskipun sang pejuang telah tiada.
Ferry juga mengungkapkan bahwa, tragedi ini juga menggarisbawahi ketegangan di tengah proses politik di Papua Barat Daya, terutama mengenai interpretasi dan penerapan hak-hak khusus bagi Orang Asli Papua di dalam kerangka Otonomi Khusus.
Sebelumnya dilaporkan, Paulus Solossa, seorang demonstran yang mendukung keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya, meninggal dunia setelah terjatuh saat berorasi pada Sabtu, 21 September 2024.
Kejadian ini terjadi ketika massa dari Koalisi Orang Asli Papua (OAP) menggelar aksi menuju KPU Papua Barat Daya. Paulus tiba-tiba terjatuh dan tidak sadarkan diri di tengah aksi. Meskipun segera dibawa ke Rumah Sakit Mutiara Sorong, nyawanya tidak tertolong.
Kematian Paulus dikonfirmasi oleh advokat Koalisi OAP, Fernando Genuni, yang menyampaikan duka mendalam atas kepergian sang pejuang Otonomi Khusus Papua.
Aksi demonstrasi ini merupakan bagian dari tekanan terhadap KPU Papua Barat Daya agar mendukung keputusan MRP yang menyatakan dua bakal calon gubernur, Faris Umlati dan Petrus Kasihiw, tidak memenuhi syarat sebagai orang asli Papua, sesuai dengan ketentuan Otonomi Khusus. Pasangan tersebut telah menggugat keputusan ini ke PTUN Jayapura, tetapi gugatan mereka ditolak.
Kehilangan Paulus Salossa pasti sangat menimbulkan duka mendalam bagi mereka yang mengenalnya dan yang terinspirasi oleh perjuangannya.
Menurut salah satu kerabat menceritakan, pengalaman bersama Paulus Salossa, bahwa orasi dan pesan beliau tentang hak-hak Orang Asli Papua (OAP) serta kontribusi keluarga Salossa dalam menghadirkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) di Papua akan selalu diingat sebagai warisan perjuangan demi keadilan dan kesejahteraan di tanah Papua.
Apa yang beliau sampaikan, bahwa air mata jangan menjadi warisan untuk anak-cucu, melainkan mata air sebagai simbol kehidupan dan harapan, sangat kuat dan penuh makna. Ini adalah pengingat untuk terus memperjuangkan keadilan dan hak-hak yang memang seharusnya dimiliki oleh masyarakat Papua, terlepas dari segala bentuk penindasan atau ketidakadilan.
Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas gugurnya Bapak Paulus Salossa dalam perjuangan demi hak-hak kesulungan Orang Asli Papua.
Beliau adalah sosok yang luar biasa, seorang pejuang hak-hak masyarakat Papua yang tak kenal lelah, dengan dedikasi penuh untuk keadilan dan kesejahteraan tanah kelahirannya. Semoga segala jasa dan amal baik beliau menjadi warisan yang terus dikenang, dan semoga Tuhan menerima kepergiannya dengan damai.
Untuk keluarga yang ditinggalkan, semoga Tuhan memberikan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini. Dukungan dan solidaritas dari semua pihak diperlukan agar perjuangan beliau tidak sia-sia, dan semoga keadilan dapat ditegakkan.
Tindakan KPU PBD dan KPU RI dalam menangani situasi ini memang sangat dinantikan, terutama dalam konteks pemilihan yang adil dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal. Harapan dan doa tentunya agar keadilan dapat ditegakkan, dan semangat perjuangan seperti yang ditunjukkan oleh Bapak Paulus Salossa tetap hidup di hati masyarakat.
Editor : Chanry Suripatty