JAKARTA, iNewssorongraya.id – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri mengungkap praktik curang dalam perdagangan beras nasional dengan menyita 201 ton beras premium dan medium yang tidak sesuai standar mutu serta takaran resmi. Temuan mengejutkan ini berpotensi merugikan masyarakat hingga Rp99,35 triliun.
"Sampai pagi ini, total barang bukti beras yang sudah kami sita mencapai 201 ton," ujar Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, Dirtipideksus sekaligus Kasatgas Pangan Polri, dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
Barang bukti tersebut terdiri atas 39.036 kantong beras premium kemasan 5 kg dan 2.304 kantong kemasan 2,5 kg dari berbagai merek populer. Selain beras, penyidik turut mengamankan sejumlah dokumen legalitas perusahaan dan hasil pengujian laboratorium yang menguatkan dugaan pelanggaran standar mutu pangan.
Dugaan Dikuatkan oleh Hasil Uji Lab Kementerian Pertanian
Menurut Brigjen Pol Helfi, lima merek beras premium yang menjadi sampel pengujian adalah Sania, Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, dan Jelita. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa sebagian besar beras premium dan medium yang diuji tidak memenuhi standar mutu, bahkan dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Hasil uji lab dari Kementerian Pertanian menunjukkan, 85,56% sampel beras premium berada di bawah standar mutu, dan 59,78% tidak sesuai HET. Untuk kemasan, 21,66% memiliki berat bersih di bawah takaran,” kata Helfi tegas.
Sementara pada beras medium, ketidaksesuaian mutu mencapai 88,24%, pelanggaran HET 95,12%, dan ketidaksesuaian berat kemasan mencapai 90,63%.
Awal Terbongkarnya Kasus: Anomali Harga di Tengah Panen Raya
Kasus ini mulai terungkap berkat laporan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang menemukan kejanggalan harga beras saat masa panen raya. Pada 26 Juni 2025, Amran mengungkapkan bahwa harga beras justru mengalami lonjakan signifikan, berbanding terbalik dengan kondisi produksi yang sedang melimpah.
“Saat panen raya dan stok beras surplus, seharusnya harga turun. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kami temukan anomali harga yang tak wajar,” ungkap Helfi menirukan pernyataan Mentan Amran.
Investigasi yang dilakukan pada 6–23 Juni 2025 di 10 provinsi berhasil mengumpulkan 268 sampel dari 212 merek. Hasil pengecekan lapangan inilah yang kemudian memicu penyelidikan intensif dari pihak kepolisian.
Langkah Lanjut: Penetapan Tersangka dan Proses Hukum
Dirtipideksus memastikan bahwa penyidikan akan terus berlanjut, dengan memeriksa sejumlah saksi dari pihak korporasi produsen beras yang diduga kuat terlibat dalam pemalsuan mutu dan takaran.
“Kami sedang mendalami keterlibatan pihak korporasi. Proses gelar perkara sedang disiapkan untuk segera menetapkan tersangka,” tandas Helfi.
Ancaman Nyata Bagi Konsumen dan Stabilitas Pangan
Praktik curang ini bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan nasional. Ketidaksesuaian standar dan penjualan di atas HET berpotensi memicu gejolak harga dan melemahkan daya beli masyarakat.
Dengan total kerugian yang ditaksir mencapai Rp99,35 triliun, kasus ini menjadi salah satu skandal pangan terbesar di Indonesia dalam lima tahun terakhir.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait