SORONG, iNewsSorong.id - Advokat Jatir Yuda Marau menekankan pentingnya menghormati keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan menghindari opini yang dapat memicu konflik. Kritik yang tidak konstruktif hanya akan melemahkan lembaga ini dan mengganggu stabilitas. Masyarakat Papua diimbau untuk tetap menjaga dan melindungi MRP dalam menjalankan perannya sebagai representatif kultural di Tanah Papua.
Hal tersebut diungkapkan Adv. Jatir Yuda Marau menanggapi keputusan Majelis Rakyat Papua Papua Barat Daya (MRPPBD) yang telah memberikan rekomendasi terkait pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya periode 2024-2029.
Dalam rekomendasi atau keputusan MRP Papua Barat Daya tersebut, empat dari lima bakal calon gubernur dan wakil gubernur dinyatakan memenuhi syarat sebagai orang asli Papua. Sementara satu Bapaslon yakni, Abdul Faris Umlati - Petrus Kasihiuw dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai orang asli Papua.
Yuda mengungkapkan, terkait keputusan MRP (Majelis Rakyat Papua) Papua berdasarkan Surat Keputusan MRPBD Nomor : 10/MRP.PBD/2024 Tanggal 6 September 2024 yang tidak memberikan rekomendasi kepada pasangan calon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasiuw. Keputusan ini dianggap tepat oleh Yuda, berdasarkan pertimbangan yang matang, dan menunjukkan bahwa MRP menjalankan tugasnya untuk melindungi hak-hak dasar orang asli Papua.
" Ini adalah suatu Keputusan yang tepat berdasarkan hasil Pertimbangan yang matang. Dan hal ini menunjukan MRP telah menjalan tugas luhur untuk menjaga hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP)," ungkap Yuda.
Selanjutnya menurut Yuda, surat KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang menyatakan sebaliknya tidak dapat membatalkan keputusan MRP. Oleh karena itu, KPU Provinsi Papua Barat Daya diharapkan untuk menyatakan bahwa pasangan calon tersebut tidak memenuhi syarat sebagai calon gubernur dan wakil gubernur karena mereka bukan orang asli Papua.
" Surat KPU Nomor : 1718/PL.02.2-SD/05/2024 Tanggal 26 Agustus 2024 tidak dapat menganulir Keputusan MRP yang telah menggugurkan Paslon Abdul Faris Umlati - Petrus Kasihiuw. KPU Papua Barat Daya harus tegas menyatakan Paslon tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Calon Gubernur dan Wakli Gubernur Papua Barat Daya Perioede 2024-2029 Karena bukan orang Asli Papua," tegas Yuda.
Dimana Yuda mengungkapkan bahwa salah satu Point yang di pertimbangkan dalam Surat KPU tersebut diatas merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan pengakuan status orang asli Papua dalam konteks pemilihan gubernur.
" Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa ada ketentuan dalam UU 21/2001 yang perlu dimaknai agar mencakup pertimbangan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam pengakuan status bakal calon gubernur dan/atau wakil gubernur," jelas Yuda.
Menurutnya inti dari argumen Pemohon, David Barangkea dan Komarudin Watubun, adalah bahwa MRP tidak mengakomodasi pengakuan terhadap Komarudin Watubun sebagai anggota masyarakat hukum adat dengan marga Tanawani Mora, meskipun dia telah diangkat oleh David Barangkea sebagai kepala suku.
" MRP hanya memberikan persetujuan kepada calon dari orang asli Papua tanpa mempertimbangkan pengakuan yang telah diberikan kepada Komarudin Watubun," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi kemudian memutuskan bahwa keputusan MRP tersebut melanggar hak konstitusi Pemohon, sehingga permohonan mereka dikabulkan.
" Ini menunjukkan pentingnya pengakuan dan hak masyarakat adat dalam proses politik di Papua," ungkap Yuda.
Yuda dengan tegas mengatakan bahwa keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) terkait status calon gubernur dan wakil gubernur, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasiuw tidak melanggar hak konstitusi pasangan calon tersebut, dan jika ada keberatan, hal itu harus diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lebih lanjut Yuda menilai, dinamika publik terkait pencalonan mereka (Paslon Abdul Faris Umlati - Petrus Kasihiuw) menunjukkan adanya perbedaan pendapat di antara suku-suku asli Papua. Dimana menurut Yuda, beberapa suku mengakui Abdul Faris Umlati sebagai orang asli Papua atau mengangkatnya sebagai anak adat, sementara yang lain meragukan atau menolak status tersebut. MRP sebagai representasi kultural orang asli Papua, lanjut Yuda memiliki tanggung jawab untuk melakukan investigasi dan verifikasi terhadap calon tersebut sebelum menyerahkan hasilnya kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Papua Barat Daya.
"Sepatutnya MRP sebagai representasi kultural orang asli papua yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, MRP menjalankan tugas luhurnya untuk melakukan Investigasi, Verifikasi, mempertimbangkan, atas bakal calon di maksud dan hasilnya sebagaimana telah di putuskan oleh MRP dan menyerahkan pada KPUD PBD," ungkap Yuda.
Yuda menyoroti bahwa Keputusan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya Nomor: 10/MRP.PBD/2024, yang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya, merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara. Keputusan ini diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersifat konkret, individual, serta final, sehingga memiliki akibat hukum bagi pasangan calon tersebut. Oleh karena itu, jika ada pihak yang ingin mempersoalkan keputusan ini, hal itu dapat dianggap sebagai sengketa Tata Usaha Negara.
Dalam penjelasan tersebut, Yuda merujuk pada Pasal 140 ayat (1), (2), dan (3) dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur mengenai rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua Barat Daya.
Hal ini sebagaimana dalam ringkasan poin-poin penting dalam rujukan pasal tersebut diatas adalah terkait Pertimbangan dan Persetujuan MRP. Dimana jelas dalam pasal tersebut bahwa Calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari MRP.
Selain itu terkait proses penyampaian ,dimana KPU Provinsi Papua Barat Daya bertanggung jawab untuk menyampaikan calon-calon tersebut kepada MRP agar mendapatkan pertimbangan dan persetujuan. Juga terkait kepatuhan dan peraturan dalam pasal tersebut menyebutkan proses pemberian pertimbangan dan persetujuan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
" Ketentuan ini penting untuk memastikan bahwa pencalonan di wilayah tersebut melibatkan partisipasi dan persetujuan dari lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat lokal," ujar Yuda.
Pada kesempatan itu dengan tegas Yuda memberikan warning kepada KPU Papua Barat Daya bahwa rekomendasi untuk bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yuda mengingatkan KPU untuk tidak mengabaikan rekomendasi mereka, terutama jika ada klaim yang menyatakan bahwa rekomendasi tersebut tidak sesuai dengan perundang-undangan.
" Jika KPU mengesampingkan rekomendasi MRP dan menetapkan calon yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilukada, saya memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat dianggap melampaui kewenangan KPU dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial serta gugatan hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan," tegasnya.
Untuk itu Yuda meminta semua pihak untuk dapat menghargai keputusan majelis rakyat Papua Barat Daya dimana hal itu sesuai kewenangan Majelis Rakyat Papua Barat Daya dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon gubernur dan wakil gubernur. Hal ini berdasarkan UU RI No 2 Tahun 2021 yang merupakan perubahan kedua atas UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta peraturan terkait pemilihan kepala daerah.
" Dengan tegas saya menekankan pentingnya semua pihak untuk menghargai keputusan Majelis Rakyat Papua, yang bersifat mengikat dan berakibat hukum. Jika ada ketidakpuasan terhadap keputusan tersebut, pihak yang merasa dirugikan dapat menyalurkan upaya hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tegasnya.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait