SORONG, iNewsSorong.id – Kapten Marinir Ferry Ardiles Kristianto, perwira Pasmar 3 Sorong, memberikan klarifikasi terkait tuduhan dirinya sebagai salah satu pelaku penganiayaan terhadap seorang pemuda di Pantai Suprau, Minggu (3/11/2024). Dalam peristiwa tersebut selain Ferry, sejumlah anak buahnya juga diduga kuat terlibat dalam tindakan penganiayaan terhadap Mustaqim, seorang pemuda kampung Salak yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek.
Dalam pernyataan pers kepada wartawan di Kota Sorong, Sabtu (9/11/2024), Kapten Ferry menegaskan bahwa kejadian tersebut terjadi karena rangkaian sebab akibat, dan pihaknya telah mengambil langkah untuk mencegah konflik lebih lanjut.
Menurut Ferry, peristiwa bermula saat ia bersama rekan-rekan Marinir menghabiskan waktu di Pantai Suprau untuk bersantai dan menikmati hiburan seperti bakar ikan dan karaoke. Pada malam itu, seorang individu mendekati kelompok mereka, meminta musik yang mereka putar untuk diganti. Ferry mengaku sudah menanggapi permintaan tersebut dengan baik, namun situasi berubah ketika individu tersebut kembali dengan seorang teman dan mulai mengaku sebagai anggota Brimob.
“Setelah kami matikan musik, saya coba berkomunikasi baik-baik. Mereka mengaku anggota Brimob. Namun setelah saya koordinasi dengan pihak Brimob, diketahui bahwa tidak ada anggota dengan nama yang mereka sebutkan. Akhirnya, saya menghubungi pihak Pawas Brimob untuk menangani situasi ini,” jelas Ferry.
Setelah tim Pawas tiba di lokasi, mereka membawa salah satu dari dua orang tersebut untuk diperiksa. Namun, situasi di lapangan memanas. Salah satu individu yang ternyata seorang sipil, terlibat dalam konflik fisik dengan beberapa anggota Marinir yang sudah terpancing emosi. Ferry mengaku berusaha melerai insiden tersebut meskipun sempat terkena dampaknya.
“Kami sudah mencoba meredam situasi, tapi suasana menjadi tidak terkendali. Meski demikian, kami tetap menunjukkan itikad baik dengan menyerahkan orang yang mengaku Brimob itu kepada pihak yang berwenang,” tambahnya.
Ferry menyesalkan munculnya pemberitaan yang menyudutkan pihak Marinir tanpa mempertimbangkan kronologi lengkap kejadian. Ia menyebut, setelah insiden tersebut, pihaknya telah berupaya melakukan mediasi dengan keluarga korban. Namun, proses mediasi menemui jalan buntu karena adanya tuntutan ganti rugi senilai Rp 280 juta.
“Kami berkomitmen membantu pengobatan korban sebagai bentuk tanggung jawab moral. Namun, tuntutan yang diajukan keluarga korban dirasa tidak proporsional, sehingga mediasi tidak mencapai kesepakatan,” ungkap Ferry.
Kapten Ferry menegaskan, pihaknya tidak pernah berniat memicu konflik antarinstansi, apalagi menyakiti warga sipil. Namun, ia mengingatkan bahwa tindakan tersebut terjadi sebagai respons terhadap situasi yang memanas.
“Ini murni akibat dinamika di lapangan. Kami menyayangkan kejadian ini, tetapi ada sebab akibat yang melatarinya. Kami berharap ke depan, peristiwa seperti ini tidak terulang, dan semua pihak dapat mengambil pelajaran,” tutupnya.
Pihak Marinir berharap semua pihak, termasuk media, dapat menyampaikan informasi secara berimbang agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat merugikan institusi.
Editor : Chanry Suripatty