get app
inews
Aa Text
Read Next : LBH Papua Desak Pencabutan SK Menteri KLHK yang Dinilai Langgar Hak Ulayat Masyarakat Adat Marind

Menteri LHK Harus Menindaklanjuti Pelanggaran Hukum Lingkungan Hidup Perusahaan Sawit di Papua

Rabu, 20 Juli 2022 | 12:36 WIB
header img
Seorang anak sedang memandang kehancuran alam tanah Papua yang dihancurkan oleh perusahaan sawit. (Foto : Istimewa)

JAYAPURA, iNewsSorongRaya.id – Penyelidik Greenpeace Indonesia hari ini menghadirkan bukti baru bahwa sebuah perusahaan kelapa sawit di provinsi Papua melanjutkan pembukaan hutan dan operasi lainnya yang bertentangan dengan perintah Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan pejabat investasi lokal.

Perusahaan kelapa sawit, PT Permata Nusa Mandiri, juga menghadapi penolakan vokal dari Masyarakat Adat yang menuntut agar tidak merambah tanah adat mereka. Pada tanggal 5 Juli 2022, penyelidik Greenpeace merekam operasi perusahaan dan alat berat di lokasi termasuk enam ekskavator bersama dengan kendaraan perusahaan lainnya.

" Dari temuan lapangan terlihat Perusahaan tetap melanjutkan operasi pada bulan Juli termasuk alat penggali yang membersihkan vegetasi, mengolah tanah, dan pekerja yang terlibat dalam perluasan kelapa sawit. Citra penginderaan jauh menunjukkan pembukaan hutan yang luas sekitar awal tahun [2] diikuti oleh pembukaan baru pada minggu pertama bulan Juli. [3] Pada 6 Januari, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan pemerintahannya mencabut izin untuk sejumlah perkebunan kelapa sawit; Hal itu dilakukan pada hari yang sama melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang mencabut izin pelepasan hutan negara bagi PT PNM." Ungkap rilis Greenpeace Indonesia.

Dalam beberapa hari setelah pengumuman, mesin mulai menebangi 70 hektar hutan di dalam konsesi PT PNM yang tidak aktif. Bulan berikutnya, Badan Penanaman Modal Kabupaten Jayapura juga mengeluarkan perintah yang mengharuskan perusahaan menghentikan operasinya.

“Rekaman video kami menunjukkan ekskavator perusahaan masih bekerja enam bulan setelah pengumuman Presiden Jokowi dan pembatalan izin pelepasan kawasan hutan perusahaan oleh Menteri Nurbaya. Pemilik perusahaan abai terhadap perintah presiden, menterinya, hukum lingkungan dan hak atas tanah adat,” kata Sekar Banjaran Aji, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia dalam rilis pers yang diterima iNews.id.

“Operasi perusahaan yang berkelanjutan merusak hutan kami. Jika perusahaan bahkan mengabaikan perintah pemerintah, lalu seberapa besar perhatian yang akan diberikan kepada kami sebagai Pribumi? Kami hidup bagai di neraka sejak kedatangan perusahaan, yang mengancam seluruh wilayah tradisional kami. Kami menyerukan kepada menteri, gubernur, bupati dan semua pejabat yang bertanggung jawab untuk segera menegakkan hak-hak masyarakat adat, khususnya hak-hak perempuan adat, terhadap pelanggaran perusahaan ini,” ungkap Rosita Tecuari, ketua Organisasi Perempuan Adat(ORPA) Namblong.

Terkait hal ini, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Nico Wamafma mengatakan Bupati harus menindak tegas perusahaan yang melanggar hak masyarakat adat dan merugikan kabupaten ini.

" Aparat penegak hukum juga harus mengambil tindakan dalam kasus ini. Perusahaan telah membuka hutan secara ilegal. Ini menunjukkan itikad buruk, cenderung mengabaikan hak-hak adat dan hukum nasional, dan menciptakan konflik horizontal di tataran masyarakat setempat,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Nico Wamafma.

Editor : Chanry Suripatty

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut