Sejarah dan Kronologi G30S PKI : 7 Jenderal Dibuang ke Lubang Buaya. AH Nasution Berhasil Kabur

Tim iNews.id
sejarah G30S PKI, 7 jenderal pahlawan revolusi dibuang ke Lubang Buaya. Foto: ist

JAKARTA, iNewSorongRaya.id - Pada tanggal 30 September, sering diperingati sebagai G30S PKI. Berikut sejarah dan kronologi G30S PKI, peristiwa yang dikenal paling kelam sepanjang sejarah Indonesia.

Istilah G30S PKI merujuk pada gerakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965.

Dalam tragedi ini, sebanyak 7 jenderal TNI AD dihabisi dan dibuang ke sebuah sumur di Lubang Buaya Jakarta Timur. Hanya ada satu sosok yang selamat, yakni Jenderal AH Nasution. Para jenderal yang tewas ini dikenal sebagai pahlawan revolusi.

Sejarah G30S PKI

Mengutip buku Sejarah Indonesia Modern (MC Ricklefs, 2004), pada 27 September 1965, Presiden Soekarno saat itu mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI.

Akan tetapi, Panglima TNI Angkatan Darat (Pangad) Letjen Ahmad Yani mengumumkan TNI AD menentang pembentukan Angkatan Kelima. Hal itu menjadikan celah bagi pemimpin PKI DN Aidit untuk menduduki pemerintahan, apalagi saat itu Soekarno dikabarkan sedang sakit.

Pada tanggal 30 September malam hari, satu batalyon pengawal Istana (anggota Cakrabirawa) pimpinan Letkol Untung Syamsuri yang loyal pada PKI melakukan aksi penculikan terhadap para perwira dan Dewan Jenderal. Pasukan bergerak mulai pukul 03.00 WIB.

Enam jenderal berhasil diculik, dua di antaranya dibunuh di tempat, sementara sisanya dibawa ke Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur, yang akhirnya juga tewas akibat disiksa.

Mereka yang menjadi korban pembunuhan adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen S Parman, Mayjen R Soeprapto, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen MT Harjono, dan Brigjen Soetojo Siswomihardjo. Jenazah mereka baru ditemukan beberapa hari kemudian, yakni pada 3 Oktober 2022.

Satu Jenderal selamat dalam penculikkan ini yakni Jenderal AH Nasution. Namun putrinya yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu Piere Tandean menjadi korban penculikan. Lettu Pierre Tandean dibuang bersma 6 jenderal lainnya ke Lubang Buaya.

Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi TNI AD, PKI menguasai gedung Radio Republik Indonesia (RRI). PKI mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit No 1 yang menyatakan bahwa gerakan G30S adalah upaya penyelamatan negara dari Dewan Jenderal yang ingin mengambil alih negara.

Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno memberi Soeharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.  Pernyataan ini secara tegas menyatakan bahwa PKI sebagai dalang kudeta.

Akhirnya pada 12 Maret 1966, PKI resmi dilarang dan dibubarkan oleh pemerintah. Para pimpinan dang anggota PKI yang terlibat ditangkap, dipenjara dan diasingkan.

7 Jenderal Pahlawan Revolusi Dibuang

Sebanyak 7 perwira TNI AD meninggal dunia dalam peristiwa pemberontakan untuk merebut kekuasaan di Indonesia yang dilakukan PKI dengan memperalat ABRI sebagai kekuatan fisiknya.

Para korban diculik dan dibunuh kemudian jasadnya dibuang ke Lubang Buaya di Jakarta Timur. Ke-7 korban pun ditetapkan sebagai pahlawan revolusi oleh pemerintah melalui Keppres Nomor 111/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965.

Berikut nama dan kiprah 7 pahlawan revolusi korban G30S PKI yang dirangkum dari berbagai sumber:


sejarah G30S PKI, 7 jenderal pahlawan revolusi dibuang ke Lubang Buaya. Foto: ist

1. Letjen Ahmad Yani

Ahmad Yani lahir di Purworejo, 19 Juni 1922. Ia merupakan seorang Pangad. Semasa perang kemerdekaan, ia ikut melucuti senjata Jepang di Magelang dan ikut berperang dalam Agresi Militer Belanda I dan II.

2. Letjen MT Haryono

MT Haryono lahir di Surabaya, 20 Februari 1924, Ia merupakan Deputi III Pangad. Ia dikenal sangat fasih dalam bahasa Inggris, Jerman dan Belanda. Walaupun berkarier di militer, ia sempat mengenyam sekolah kedokteran Ika Dai Gaku tapi tidak sampai tamat.

3. Mayjen R Soeprapto

Soeprapto dikenal sebagai tangan kanan Ahmad Yani. Ia merupakan seorang Deputi II Pangad. Ia lahir di Purwokerto, 20 Juni 1920. Soeprapto menempuh pendidikan awal sebagai taruna di Bandung. Kemudian bergabung dalam Keibodan (laskar pembantu polisi) dan Syuisyintai (latihan kesiapsiagaan).

4. Mayjen S Parman

S Parman lahir di Wonosobo, 4 Agustus 1918. Ia merupakan Asisten I Pangad. S Parman mengawali kariernya dengan bersekolah di sekolah Kedokteran STOVIA, Jakarta. Namun, cita-citanya harus dikubur karena Jepang menguasai Indonesia.

5. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo merupakan pahlawan revolusi yang lahir di Kebumen, 28 Agustus 1922. Ia sempat memperoleh pendidikan di sekolah Administrasi Pemerintahan saat masa kependudukan Jepang. Kemudian, ia bekerja sebagai pegawai negeri di Purworejo dan bergabung dengan TKR di bagian Kepolisian Tentara (Polisi Militer). Saat meninggal ia merupakan Inspektur Kehakiman.

6. Brigjen DI Panjaitan

DI Panjaitan merupakan Asisten IV Pangad. Ia lahir di Tapanuli, 10 Juni 1925 di desa Sitorang, Balige. Sejak kecil, DI Panjaitan sudah dikenal akan kecerdasannya hingga akhirnya masuk pendidikan militer Giyugun.

7. Lettu Pierre Tendean

Pierre Tendean merupakan ajudan Jenderal AH Nasution yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan saat peristiwa G30S PKI. Ia lahir di Jakarta, 21 Februari 1939. Ia merupakan lulusan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) Angkatan IV. 

Jenderal AH Nasution Berhasil Kabur

Mengutip dari buku 'Pierre Tendean' karya Masykuri, pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 04.00 WIB anggota Cakrabirawa masuk ke rumah Jenderal AH Nasution. Mereka pun melucuti senjata milik penjaga di rumah AH Nasution.

Di saat yang bersamaan, Jenderal AH Nasution dan istrinya dalam keadaan terbangun. Bukan karena mengetahui kedatangan anggota Cakrabirawa, tetapi karena sibuk mencari nyamuk. Bahkan Jenderal AH Nasution dan istri tidak mendengar adanya letusan-letusan di luar rumah mereka. Namun, mereka baru sadar saat mendengar pintu dibuka secara paksa.

Ibu Nasution pun langsung mengintip dari pintu dan melihat anggota membawa senjata. Lekas, ia memberitahu Jenderal AH Nasution untuk langsung kabur, lantaran ia merasakan firasat sang Jdenral akan diculik.

Namun, Jenderal AH Nasution tak langsung menuruti ucapan ibunya. Ketika pintu dibuka, tiga tembakan meluncur ke arahnya sehingga ia langsung tiarap.


Jenderal Besar Abdul Haris Nasution (AH Nasution), (museumnusantara.com)

 

Setelah pintu kamar terkunci, Ibu Nasution langsung mengantar Jenderal AH Nasution ke luar kamar melalui gang menuju kamar mandi lalu menuju tempat yang sudah ditentukan. Jenderal Nasution melompati tembok dan dihujani tembakan. Beruntungnya, tidak ada satu tembakan yang mengenai dirinya. Ia pun bersembunyi di pekarangan rumah tetangganya.

Di dalam rumah, gerombolan Cakrabirawa mengintrogasi Ibu Nasution menanyakan keberadaan sang suami. Ia pun mengaku bahwa suaminya telah dua hari ke luar kota. Anggota Cakrabirawa pun malah membawa Lettu Pierre Tendean yang merupakan ajudan AH Nasution ke Lubang Buaya. Ia mengira Pierre merupakan sang Jenderal. Oleh karena itu, AH Nasution bisa kabur dan menyelamatkan diri dari peristiwa G30S PKI.

Nah, itulah sejarah dan kronologi G30S PKI sebabkan tewasnya 7 jenderal yang dibuang ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.

 

Editor : Hikmatul Uyun

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network