get app
inews
Aa Text
Read Next : Diterpa Dugaan Pelanggaran, Yayasan MER Lakukan Reformasi Total dan Pecat Manajemen Bermasalah

Andrew Miners dan Veronika Terancam Pasal Pemalsuan Ijazah, Pakar Hukum: Polda PBD Jangan Ragu!

Rabu, 26 November 2025 | 13:39 WIB
header img
Pakar Hukum Pidana Universitas Widya Mataram, Dr. Hasrul Buamona, SH, MH

SORONG KOTA, iNewssorongraya.id — Penanganan dugaan pemalsuan ijazah TK Baseftin Al-Ma’arif di Kabupaten Raja Ampat kembali mendapat sorotan. Pakar Hukum Pidana Universitas Widya Mataram, Dr. Hasrul Buamona, mengingatkan Polda Papua Barat Daya (PBD) agar tidak kaku dan segera menetapkan tersangka apabila penyidik telah memiliki dua alat bukti yang sah.

Desakan itu diarahkan kepada Pembina Yayasan Misool Eco Resort (MER) asal Portugal, Andrew Miners, serta Ketua Yayasan MER, Veronika Virly Yuriken, yang diduga terlibat dalam penerbitan ijazah tidak sah pada periode 2022–2024.

Dalam rilis yang diterima redaksi, Buamona menegaskan bahwa posisi Miners sebagai pembina menjadikannya penanggung jawab akhir aktivitas yayasan. Ia bahkan menyebut adanya dugaan bahwa Miners mengetahui dan membiarkan Veronika menandatangani ijazah TK tersebut tanpa kapasitas hukum yang sah.

“Andrew Miners sebagai Pembina Yayasan MER adalah penanggung jawab akhir dan diduga mengetahui, mendukung, serta membiarkan tindakan penandatanganan ijazah oleh Ketua Yayasan MER tanpa menegurnya,” ujar Buamona.
“Ada informasi bahwa keduanya memiliki hubungan spesial sehingga tindakan itu dibiarkan,” lanjutnya.

Buamona menegaskan bahwa Veronika tidak memiliki kewenangan menandatangani ijazah karena jabatan ketua yayasan bukanlah bagian dari struktur satuan pendidikan.

Ia mengutip Pasal 5 ayat (1) Permendikbudristek Nomor 58 Tahun 2024 yang menegaskan bahwa ijazah hanya dapat ditandatangani oleh kepala satuan pendidikan.

“Ketua Yayasan MER bukan kepala satuan pendidikan TK. Tindakan menandatangani ijazah tersebut tidak dibenarkan oleh hukum,” tegasnya.

Buamona juga mengaitkan kasus ini dengan UU Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, yang membatasi pengurus yayasan dalam urusan operasional usaha maupun tindakan yang melewati batas kewenangannya.

Berdasarkan konstruksi hukum itu, ia menyebut tindakan Veronika berpotensi dijerat Pasal 263 ayat (1) KUHP terkait pemalsuan surat.

Dalam pernyataannya, Buamona menilai bahwa penyidik Polda PBD harus bertindak cepat apabila telah mengantongi alat bukti yang cukup.

“Jika penyidik tidak berani menetapkan tersangka berdasarkan dua alat bukti, maka konsekuensinya penyidik dan pimpinannya bisa dilaporkan ke Mabes Polri atau Kompolnas,” ucapnya.

Ia menilai kelambanan dalam proses hukum justru dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian yang baru berdiri.

Buamona menyebut momentum pembentukan Komisi Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo Subianto harus menjadi alarm bagi kepolisian daerah agar bekerja profesional dan transparan. Menurutnya, laporan masyarakat ke komisi tersebut berpotensi memberi dampak serius terhadap reputasi Polda Papua Barat Daya.

“Kalau masyarakat melapor ke Komisi Reformasi Polri, ini akan menjadi citra buruk bagi Polda Papua Barat Daya yang baru berdiri. Akan dianggap tidak mampu mengusut laporan masyarakat,” tegas Buamona.

Ia menekankan bahwa kepastian hukum dalam kasus pemalsuan ijazah ini menjadi indikator penting untuk mengukur integritas dan keberanian penyidik dalam menangani perkara yang melibatkan figur asing dan pimpinan yayasan berskala internasional.

 

Editor : Chanry Suripatty

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut