get app
inews
Aa Text
Read Next : Dilantik Jadi Waket I DPRK Sorsel, Ali Juhuri Siap Kawal Aspirasi Seluruh Dapil

Dugaan Pelanggaran Seleksi DPRK Sorong Selatan, Filips Momot Desak Penegakan Aturan Otsus Papua

Jum'at, 04 Juli 2025 | 21:39 WIB
header img
Tokoh masyarakat Sorsel, Filips Jacob Spenyer Momot.

 

SORONG, iNewssorongraya.id – Proses seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Sorong Selatan melalui mekanisme pengangkatan tahun 2024 tengah menuai sorotan tajam. Filips Jacob Spenyer Momot, salah satu tokoh masyarakat, menuding Panitia Seleksi (Pansel) melanggar aturan dalam penetapan hasil seleksi administrasi.

Filips Momot menilai Pansel meloloskan sejumlah nama yang diduga tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua, khususnya Pasal 52.

"Yang saya permasalahkan itu di Daerah Pengangkatan (Dapeng) I. Ada tiga orang yang diloloskan, padahal mereka jelas tidak memenuhi syarat umum sesuai Pasal 52 ayat 2 huruf p PP Nomor 106 Tahun 2021," tegas Filips Momot dalam konferensi pers di salah satu kafe di Kota Sorong, Jumat (4/7/2025).

Filips mengungkapkan, dirinya sempat mengajukan sanggahan pada 3 Mei 2025, dua hari setelah pengumuman hasil seleksi administrasi yang dikeluarkan Pansel pada 1 Mei 2025. Sanggahan tersebut awalnya ditujukan untuk satu nama yang dianggap tidak layak dan ditempatkan di Dapeng yang salah.

“Salah satu nama itu seharusnya masuk di Dapeng II, tapi malah dimasukkan ke Dapeng I,” jelasnya.

Tak kunjung mendapat jawaban, Filips kemudian melayangkan surat somasi pada 29 Mei 2025. Ia meminta klarifikasi dalam waktu 2 x 24 jam, disertai bukti keterlibatan para calon tersebut sebagai pengurus partai politik.

“Ada dua nama pengurus Partai Demokrat dan satu lagi dari Partai Golkar. Saya berikan bukti lengkap,” ujar Filips.

Namun hingga batas waktu yang ditentukan, tidak ada respons dari Pansel. Filips akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Papua Barat Daya pada 2 Juni 2025.

“Tanggal 4 Juni laporan saya sudah didisposisikan ke Reskrim. Saat saya cek, mereka bilang masih menunggu penunjukan penyidik,” tuturnya.

Filips juga sempat berkoordinasi dengan salah satu penyidik di Reskrim Polda Papua Barat Daya. Ia mengaku sempat mendapat respons, namun komunikasi terputus setelah penyidik tersebut menyebut masih menunggu arahan dari atasannya.

“Saya curiga ada sesuatu yang tidak beres. Akhirnya tanggal 30 Juni, saya kembali ke Sorong untuk menemui Kapolda, tapi diarahkan kembali ke Reskrim,” ungkapnya.

Filips menyebut, pada 5 Mei lalu, sempat terjadi aksi demonstrasi bersama Lembaga Masyarakat Adat (LMA) di Teminabuan, mendesak Pansel meninjau ulang hasil seleksi. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut.

“Saya melapor bukan soal perselisihan, karena kalau itu ranah PTUN. Ini murni soal dugaan pelanggaran terhadap aturan pemerintah yang berlaku,” tegas Filips.

Ia menekankan, pelanggaran aturan dalam seleksi ini merupakan ancaman serius terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus Papua yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan dan transparansi.

 

Editor : Hanny Wijaya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut