Polemik Kursi Ketua DPR Papua Barat Daya Memanas, Massa Tolak Rekomendasi DPP Golkar

SORONG, iNewsSorongRaya.id – Kisruh mengenai penentuan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat Daya semakin memanas. Gelombang penolakan terus menguat terhadap rekomendasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar yang telah mengeluarkan dua nama kandidat untuk menduduki kursi ketua DPRP. Namun, rekomendasi tersebut justru menuai protes keras dari berbagai pihak.
DPP Partai Golkar awalnya merekomendasikan Hendrik Wairara sebagai Ketua DPRP Papua Barat Daya. Namun, rekomendasi tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Tak berselang lama, DPP Golkar kembali mengeluarkan rekomendasi baru yang mengusulkan Otis Sagrim sebagai Ketua DPRP. Lagi-lagi, keputusan ini justru memicu reaksi keras, bahkan memobilisasi aksi massa yang menolak keputusan DPP Golkar tersebut.
Hari ini, Selasa (11/2/2025), ratusan massa yang tergabung dalam Tim Presidium Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya mendatangi kantor DPRP Papua Barat Daya. Mereka dengan tegas menolak keputusan DPP Golkar dan menduga adanya konspirasi dalam proses penentuan Ketua DPRP, terutama karena nama Yosafat Kambu—yang dianggap sebagai figur paling layak—tidak masuk dalam rekomendasi.
Koordinator aksi, Gad Sawiyai, menyatakan bahwa secara ideal, DPP Golkar seharusnya merekomendasikan Yosafat Kambu. Alasannya, Yosafat Kambu adalah anggota legislatif dari Partai Golkar dengan perolehan suara terbanyak kedua setelah Febri Anjar. Namun, karena Febri Anjar bukan Orang Asli Papua (OAP), maka sesuai mekanisme, posisi Ketua DPRP seharusnya diisi oleh peraih suara terbanyak kedua dari kalangan OAP, yaitu Yosafat Kambu.
“Yang direkomendasikan DPP Golkar justru adalah peraih suara ketiga. Ini jelas tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan aspirasi masyarakat Papua Barat Daya,” tegas Gad Sawiyai.
Tak hanya itu, massa juga menilai bahwa Otis Sagrim, yang direkomendasikan DPP Golkar, tidak memiliki rekam jejak perjuangan dalam pemekaran Papua Barat Daya. Menurut mereka, ada beberapa faktor yang membuat rekomendasi terhadap Otis Sagrim tidak dapat diterima. Pertama, Otis Sagrim tidak diusulkan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Papua Barat Daya. Kedua, ia tidak memiliki suara signifikan dalam pemilu legislatif. Ketiga, ia bukan bagian dari Presidium Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya. Terakhir, statusnya sebagai kader Golkar di tingkat kabupaten, bukan di tingkat provinsi, juga dinilai tidak memenuhi kriteria kepemimpinan di DPRP.
“Yosafat Kambu adalah figur yang paling layak. Beliau telah berjuang selama 17 tahun dalam proses pemekaran Papua Barat Daya dan memiliki legitimasi suara yang kuat dengan raihan 5.224 suara dalam pemilu. Ini sejalan dengan rekomendasi yang telah diajukan oleh DPD I Golkar Papua Barat Daya,” lanjut Gad Sawiyai.
Namun, kekecewaan massa semakin bertambah ketika tidak ada satu pun unsur pimpinan DPRP Papua Barat Daya yang hadir untuk mendengar aspirasi mereka. Setelah melalui negosiasi, akhirnya Wakil Ketua Sementara DPRP Papua Barat Daya, Anneke Makatuuk, bersama beberapa anggota DPRP dari fraksi Gerindra, Hanura, dan PAN, bersedia menemui massa aksi untuk mendengarkan dan menerima aspirasi yang mereka bawa.
Dalam pernyataan sikapnya, Presidium Pemekaran Papua Barat Daya secara tegas menolak rekomendasi DPP Partai Golkar atas nama Otis Sagrim. Mereka meminta agar rekomendasi DPP Golkar segera ditinjau ulang dan diganti dengan nama Yosafat Kambu yang dianggap sebagai sosok yang lebih layak dan memiliki legitimasi kuat di mata masyarakat Papua Barat Daya.
Menanggapi aspirasi ini, Anneke Makatuuk menyatakan bahwa DPRP akan menindaklanjuti tuntutan tersebut kepada Partai Golkar. “Kami menerima aspirasi ini dan akan segera meneruskannya ke pihak yang berwenang. Harapan kami, polemik ini bisa segera diselesaikan dengan cara yang adil dan sesuai dengan kehendak rakyat,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, situasi di sekitar kantor DPRP Papua Barat Daya masih dipenuhi massa aksi yang menuntut keadilan dalam proses penentuan Ketua DPRP. Keputusan akhir kini berada di tangan DPP Partai Golkar, yang diharapkan dapat mendengar aspirasi masyarakat dan mengambil langkah yang tepat guna menghindari ketegangan politik yang lebih besar di Papua Barat Daya.
Editor : Hanny Wijaya