Delapan Karyawan PT Greenland Tak Digaji, Siapa yang Bertanggung Jawab? ini Jawaban PT Gag Nikel
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/06/9920a_gaji-karyawan-tambang.jpg)
SORONG, iNewsSorong.id – Delapan karyawan PT Greenland yang bekerja di proyek eksploitasi PT Gag Nikel di Raja Ampat menghadapi kenyataan pahit: gaji yang seharusnya mereka terima sejak Desember 2023 tak kunjung dibayarkan. Merasa hak mereka diabaikan, para pekerja mengadukan masalah ini ke Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP), namun kenyataan yang terungkap justru mengarah pada kebingungan baru—siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas pembayaran gaji mereka?
Masalah ini bermula dari kerja sama antara PT Gag Nikel dan PT Greenland dalam proyek eksploitasi pengeboran. PT Greenland memenangkan tender yang diselenggarakan PT Gag Nikel, dan kontrak antara kedua perusahaan pun ditandatangani. Dalam perjanjian tersebut, PT Greenland bertanggung jawab atas perekrutan tenaga kerja serta pemenuhan hak-hak mereka, termasuk gaji.
Namun, ketika delapan pekerja yang dipekerjakan PT Greenland mengeluhkan keterlambatan pembayaran gaji, mereka justru diarahkan untuk menuntut PT Gag Nikel.
"Kami menerima keluhan dari tenaga kerja bahwa mereka belum menerima gaji sejak Desember 2023. Mereka mengatakan bahwa PT Greenland tidak dapat membayar karena PT Gag Nikel belum menyelesaikan kewajibannya," ungkap Ketua PBHKP, Lori Dakosta, Kamis (6/2/2025).
Pihak PBHKP bahkan mencurigai bahwa kasus ini bukan hanya dialami oleh delapan pekerja saja, melainkan bisa berdampak pada sekitar 400 tenaga kerja lainnya yang terlibat dalam proyek ini.
Menanggapi tuntutan para pekerja, Manager Office Sorong PT Gag Nikel, Rudy Sumual, dengan tegas menyatakan bahwa masalah ini bukan tanggung jawab perusahaan mereka dan tuntutan tersebut salah alamat.
"Kontrak kami jelas, segala urusan dapur—termasuk gaji karyawan—adalah tanggung jawab PT Greenland. Kami hanya bekerja sama berdasarkan kontrak dan melakukan pembayaran berdasarkan hasil kerja mereka," tegas Rudy.
Menurutnya, PT Gag Nikel telah membayarkan dua dari tiga termin kepada PT Greenland. Namun, termin terakhir belum dicairkan karena PT Greenland dianggap belum menyelesaikan pekerjaan sesuai kesepakatan dalam kontrak.
"Pembayaran dilakukan sesuai pencapaian kerja. Jika target tidak tercapai, maka pembayaran termin terakhir belum bisa dilakukan. Ini bukan soal menahan pembayaran, tapi soal kepatuhan terhadap kontrak kerja," jelas Rudy.
Ia menambahkan bahwa seharusnya PT Greenland memiliki perencanaan keuangan yang matang agar tetap bisa membayar gaji pekerjanya, terlepas dari apakah termin terakhir sudah dibayarkan atau belum.
"PT Greenland adalah perusahaan yang memenangkan tender ini. Seharusnya mereka sudah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk dana untuk membayar karyawan, bukan malah mengalihkan tanggung jawab ke kami," tegasnya lagi.
Melihat situasi yang semakin pelik, PBHKP menegaskan bahwa mereka akan meminta klarifikasi langsung dari PT Greenland di Jakarta untuk memastikan alasan di balik keterlambatan pembayaran gaji. Jika tidak ada langkah penyelesaian dalam waktu dekat, jalur hukum menjadi opsi yang tak terhindarkan.
"Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021, perusahaan yang tidak membayarkan gaji karyawannya dapat dikenakan sanksi pidana. Jika ini terus berlarut-larut, kami akan mengajukan gugatan penyelesaian hubungan industrial," kata Lori Dakosta.
PBHKP berharap perusahaan segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Pasalnya, jika kasus ini dibiarkan berlarut-larut, bukan hanya PT Greenland yang bisa terseret ke ranah hukum, tetapi juga PT Gag Nikel yang ikut terseret dalam sengketa ini.
Apakah PT Greenland akan segera membayar hak-hak pekerjanya? Ataukah kasus ini akan berakhir di meja hijau? Para pekerja kini hanya bisa berharap keadilan segera ditegakkan.
Editor : Hanny Wijaya