get app
inews
Aa Text
Read Next : Datang Karena Panggilan Hati, Puluhan Ribu Orang Hadiri Kampanye Akbar Paslon ESA

Tim Hukum Joppye - Ibrahim Desak Bawaslu Usut Dugaan Pelanggaran Pemilu KPU Papua Barat Daya

Jum'at, 27 September 2024 | 21:08 WIB
header img
Tim Hukum Paslon Joppye Onesimus Wayangkau dan Ibrahim Wugaje menunjukan dokumen pelaporan terhadap 5 (lima) Komisioner KPU Papua Barat Daya ke Bawaslu. (FOTO : iNewsSorong.id - MEWA)

 

 

SORONG, iNewsSorong. id - Tim Kuasa Hukum Joppye Onesimus Wayangkau dan Ibrahim Wugaje melaporkan 5 (lima) Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya (PBD) ke Badan Pengawas Pemilu setempat, karena menilai keputusan KPU melanggar konstitusi dan undang-undang yang mengatur otonomi khusus bagi Provinsi Papua.

Laporan tersebut disampaikan langsung Tim Hukum Joppye-Ibrahim ke Bawaslu PBD, Rabu (25/9/2024) dengan membawa sejumlah dokumen terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak KPU PBD.

Ketua Tim Hukum, Advokad Yohanis Gerson Bonay dalam keterangan pers kepada wartawan di Kota Sorong, Kamis (26/9/2024) mengungkapkan, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Papua Barat Daya terkait dengan penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Menurunya pasal yang disebutkan ini berkaitan dengan hak-hak khusus Orang Asli Papua (OAP), termasuk dalam proses politik dan pemilihan, di mana aturan otonomi khusus harus dihormati, terutama terkait peran Majelis Rakyat Papua (MRP).

Bonay mengungkapkan bahwa KPU Papua Barat Daya melanggar ketentuan tersebut dengan meloloskan calon gubernur yang tidak mendapatkan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD), yang memiliki kewenangan khusus untuk memberikan pertimbangan terhadap calon-calon di wilayah Papua.

Menurunya, dugaan pelanggaran ini terkait dengan prinsip bahwa keputusan KPU seharusnya tidak boleh mengabaikan wewenang dan aturan otonomi khusus yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Lebih lanjut Bonay mengungkapkan bahwa pelanggaran yang lebih spesifik terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, terutama Pasal 40, yang menyatakan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur di wilayah Papua harus memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Di Provinsi Papua Barat Daya, menurut Bonay, MRPBD adalah lembaga yang memiliki peran krusial dalam memberikan persetujuan terhadap calon-calon kepala daerah.

Bonay sebagai Kuasa Hukum juga mempersoalkan masalah terkait keputusan dan tindakan yang diambil oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), yang dianggapnya berpotensi merugikan calon peserta Pemilu, khususnya terkait dengan verifikasi syarat Orang Asli Papua (OAP). Dia menekankan bahwa surat yang dikeluarkan oleh KPU-RI pada 26 Agustus 2024 dengan Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024 bukan merupakan undang-undang (UU) atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sehingga kewenangan MRP (Majelis Rakyat Papua) dalam proses ini tidak dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Bonay, KPU tidak memiliki hak untuk menggantikan MRP dalam melakukan verifikasi faktual terhadap syarat OAP. Dengan demikian, Bonay mempertanyakan netralitas KPU dalam proses ini dan khawatir bahwa keputusan tersebut dapat berpotensi mengganggu hak-hak peserta Pemilu, khususnya mereka yang berasal dari Papua dan diwajibkan memenuhi syarat OAP.

Ditempat yang sama, Advokat Jatir Yuda Marau yang juga merupakan anggota Tim Hukum Paslon, menyampaikan, inti dari laporan ini adalah terkait dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diatur dalam Surat Keputusan (SK) nomor 1718 mengenai penetapan calon dalam pemilu. Yatir mempermasalahkan fakta bahwa dari lima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, hanya empat yang memperoleh persetujuan dari Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD), sementara satu pasangan calon tidak mendapat persetujuan tersebut.

Yatir menegaskan bahwa proses hukum selanjutnya akan mengikuti prosedur dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), termasuk pemeriksaan berkas dan sidang. Jika keberatan mereka diterima di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung, mereka berharap agar penetapan calon yang tidak mendapat persetujuan itu dibatalkan.

Ketua Tim Pemenangan Paslon, Linder Rouw, menyatakan kekecewaannya terhadap tindakan yang diambil oleh Ketua dan empat komisioner KPU Papua Barat Daya terkait pelaksanaan Pilkada.

Menurutnya, sebagai pemilu pertama di wilayah tersebut, KPU seharusnya berpegang teguh pada aturan yang ada dan bersikap netral. Dia menganggap bahwa tindakan yang ditunjukkan oleh Ketua dan komisioner KPU tersebut tidak mencerminkan netralitas, dan menjadi contoh buruk yang akan berdampak jangka panjang bagi masyarakat Papua.

Linder juga menekankan pentingnya keadilan dalam proses pemilihan ini. Ia mengingatkan bahwa tindakan yang tidak adil akan membawa dampak negatif yang berkelanjutan hingga ke generasi mendatang. Ketidakadilan dalam proses pemilu, menurutnya, telah menciptakan keresahan di kalangan masyarakat Papua Barat Daya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor : Chanry Suripatty

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut