SORONG, iNewsSorong.id - Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Pemerhati Demokrasi mendatangi kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Barat Daya (PBD) untuk melaporkan dugaan pelanggaran administrasi dan tahapan dalam proses pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) PBD. Mereka menyoroti perbedaan aturan terkait pemilihan di Papua yang diatur oleh UU Otonomi Khusus (Otsus) No. 21 Tahun 2021, yang kemudian direvisi menjadi UU No. 2 Tahun 2022, khususnya terkait persyaratan Orang Asli Papua (OAP) menjadi kepala daerah, seperti yang tercantum dalam Pasal 12.
Ketua Masyarakat Pemerhati Demokrasi PBD, Yan Piter Bosawer, menjelaskan bahwa aturan khusus untuk OAP seharusnya diutamakan dibandingkan aturan umum. MRP (Majelis Rakyat Papua) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan khusus di Papua, telah menolak pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur untuk periode 2024–2029 melalui Surat Keputusan No.10/MRP.PBD/2024.
Yan Piter menekankan pentingnya menghormati keputusan MRP yang memiliki hak imunitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 54, Pasal 48, dan mengingatkan bahwa intervensi terhadap kewenangan MRP dapat membahayakan hak-hak politik OAP di masa depan. Ia juga meminta elemen masyarakat Papua untuk mendukung keputusan MRP guna melindungi hak-hak politik OAP.
Bawaslu PBD, melalui Komisioner Sofyan Saman, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut dan akan mempelajarinya lebih lanjut, khususnya terkait dengan dugaan pelanggaran administrasi dalam proses verifikasi calon yang dilakukan oleh KPU PBD. Bawaslu akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Perkembangan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan mengenai pelaksanaan UU Otsus di Papua, terutama terkait hak politik OAP dan bagaimana institusi seperti KPU dan MRP menjalankan peran mereka dalam proses pilkada.
Editor : Chanry Suripatty