SORONG, iNewsSorong.id - Aturan hukum yang mengatur mengenai persetujuan dan pertimbangan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) terkait keaslian calon gubernur dan wakil gubernur sebagai orang asli Papua dapat ditemukan dalam beberapa dasar hukum yang terkait dengan Otonomi Khusus Papua.
Dari penelusuran iNewsSorong.id ditemukan beberapa aturan kunci yang relevan diantaraya, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; dimana dalam Pasal 20 undang-undang ini mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur di Provinsi Papua harus merupakan Orang Asli Papua (OAP).
Definisi Orang Asli Papua dijelaskan dalam undang-undang tersebut sebagai orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua, atau orang yang diterima sebagai orang asli Papua berdasarkan adat istiadat di Papua.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; UU ini memperkuat ketentuan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus orang asli Papua.
Dalam Pasal 12 huruf a disebutkan bahwa Majelis Rakyat Papua (MRP) mempunyai wewenang untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait pengakuan keaslian seseorang sebagai Orang Asli Papua. Persetujuan ini diperlukan sebelum seseorang bisa mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua ; Dalam PP ini, kewenangan MRP lebih lanjut ditegaskan, khususnya terkait keharusan untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan keaslian calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Mekanisme verifikasi keaslian ini dilaksanakan oleh MRP melalui proses yang melibatkan pemeriksaan identitas, sejarah, dan adat istiadat dari calon.
Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) ; Provinsi Papua dan Papua Barat juga memiliki peraturan daerah khusus yang lebih rinci dalam mengatur bagaimana MRP melakukan verifikasi keaslian calon kepala daerah. Perdasus ini biasanya mengatur prosedur administratif dan teknis yang digunakan oleh MRP untuk memverifikasi keaslian calon.
Dalam konteks ini, MRP memiliki peran strategis dan penting dalam proses pemilihan kepala daerah, terutama untuk memastikan bahwa calon-calon tersebut benar-benar memenuhi kriteria sebagai Orang Asli Papua sesuai dengan adat dan ketentuan hukum yang berlaku. Jika MRP tidak memberikan persetujuan terkait keaslian seorang calon, maka orang tersebut tidak bisa melanjutkan proses pencalonan.
Keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) mengenai keaslian calon gubernur dan wakil gubernur sebagai Orang Asli Papua merupakan keputusan yang bersifat final dan mengikat dalam konteks otonomi khusus. Hal ini diatur dalam kerangka hukum yang mengatur MRP sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian Orang Asli Papua, termasuk calon gubernur dan wakil gubernur.
Dalam hal ini, KPU (Komisi Pemilihan Umum) berperan sebagai lembaga yang menjalankan proses verifikasi administratif dan teknis dalam pemilihan kepala daerah. Namun, dalam konteks Papua, KPU harus menghormati keputusan yang dikeluarkan oleh MRP mengenai keaslian calon. Jika MRP memutuskan bahwa seorang calon gubernur atau wakil gubernur bukan Orang Asli Papua, maka KPU tidak dapat menggugurkan atau mengubah keputusan tersebut.
Beberapa poin yang mendukung keputusan MRP sebagai final ; Pasal 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan perubahannya melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, memberikan MRP wewenang penuh untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait status keaslian calon kepala daerah di Papua. Keputusan ini merupakan bagian dari penghormatan terhadap hak-hak Orang Asli Papua.
Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 juga mempertegas kewenangan MRP dalam memberikan persetujuan keaslian calon sebagai Orang Asli Papua. Jika MRP memutuskan bahwa seorang calon tidak memenuhi syarat sebagai Orang Asli Papua, maka keputusan ini harus dihormati oleh semua lembaga, termasuk KPU.
KPU Papua memiliki kewenangan dalam hal teknis pemilihan, tetapi dalam konteks Otonomi Khusus Papua, MRP memiliki peran yang sangat khusus terkait keaslian calon. Oleh karena itu, KPU tidak memiliki kewenangan untuk menggugurkan keputusan MRP.
Dengan demikian, keputusan MRP tidak dapat digugurkan oleh KPU, karena kewenangan MRP adalah bagian dari pelaksanaan otonomi khusus Papua, yang diatur secara khusus oleh undang-undang. Jika ada keberatan atau sengketa terkait keputusan MRP, biasanya proses penyelesaian sengketa tersebut harus melalui mekanisme hukum, seperti melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau lembaga yang berwenang untuk menangani sengketa pemilu.
Editor : Chanry Suripatty