JAYAPURA, iNewsSorong.id - Kejaksaan Tinggi Papua berhasil membongkar skandal dugaan mega korupsi dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XX di Tanah Papua. Pesta olahraga nasional yang untuk pertama kali diselenggarakan di tanah Papua itu dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura pada 2 Oktober 2021 lalu.
Tak tanggung-tanggung, kegiatan penyelenggaraan PON tersebut mendapat dukungan dana dari Pemerintah sebesar Rp 10 triliun. Dana sebesar itu digunakan untuk membackup seluruh kegiatan pesta olahraga lima tahunan tersebut.
Sayangnya kemeriahan dan kemewahan penyelenggaraan PON XX Papua ternodai dengan adanya dugaan skandal mega korupsi dana penyelenggaraan PON XX tersebut.
Desakan masyarakat dan sejumlah tokoh agar aparat penegak hukum segera menyelidiki skandal dugaan mega korupsi pun terus bermunculan. Dukungan pun terus mengalir agar penegakan hukum terhadap kasus tersebut dapat berjalan maksimal.
Kejaksaan Tinggi Papua langsung bergerak cepat untuk menyelidiki skandal dugaan korupsi tersebut. Penyelidikan yang dilakukan jajaran korps Adhyaksa sejak tahun 2022 itu akhirnya membuahkan hasil.
Pada hari Selasa 3 Agustus 2024, Kejaksaan Tinggi Papua akhirnya menetapkan empat orang sebagai tersangka skandal dugaan mega korupsi dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2021 yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Keempat tersangka masing-masing TR, selaku Bendahara Umum PB PON, RD selaku Koordinator Bidang Transportasi (Kadis Perhubungan Provinsi Papua), RL selaku Ketua Bidang II PB PON (Oknum karyawan Bank milik BUMN) dan VP selaku Koordinator Venue.
Dari empat tersangka tersebut, tiga orang tersangka telah ditahan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Papua. Sedangkan VP hingga saat ini belum memenuhi panggilan penyidik sejak dipanggil sebagai saksi.
“ Dari empat tersangka baru TR, RD dan RL yang sudah ditahan. TR dan RD ditahan di rumah tahanan Abepura dan RL ditahan di Rutan Salemba. Sementara VP masih buron karena selalu mangkir ketika dipanggil untuk diperiksa,”ungkap Aspidsus Kejaksaan Tinggi Papua, Nixon Mahuse kepada wartawan di Jayapura, Selasa (3/9/2024).
Aspidsus mengaku, dalam kasus ini pihaknya tidak akan tebang pilih. Dimana tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru dalam skandal dugaan korupsi penggunaan anggaran penyelenggaraan PON XXI Papua tersebut.
“Kami tidak akan tebang pilih dalam penindakan, siapa yang bersalah tentu akan kami periksa dan tindak,” tegas Aspidsus.
Ditempat yang sama, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Papua, Dedi Sawaki mengatakan dari hasil pemeriksan, penyelenggaraan PON XXI Papua dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp10 triliun, namun yang direalisasikan hanya Rp8 triliun.
Dari Rp8 triliun yang di sidik oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi yakni terkait dengan penyelenggaraan oleh Panitia Besar (PB) PON berdasarkan dari dana hibah Provinsi Papua senilai Rp2, 582 Milyar yang dicairkan sejak tahun 2016-2022 dan dana APBN sebesar Rp1, 229 Milyar yang dicairkan dari tahun 2021-2022.
Disinggung soal lambatnya penanganan kasus dugaan korupai dana Penyelenggaraan PON, Dedi mengaku pihaknya mengalami kesulitan karena banyaknya saksi yang berada di luar kota.
“Perkara PON ini berskala nasional kemudian saksi-sakti tidak berdomisili di Jayapura. Mulai dari Sumatera, Jakarta sampai Sulawesi dan beberapa tempat di Papua, sehingga memang membutuhkan waktu,"ungkapnya.
“Bahkan ada beberapa saksi yang terlibat dalam kontestan Pilkada sehingga belum dapat pemanggilan. Setelah Pilkada selesai baru kami akan memanggil,” tandas Sawaki.
Sementara itu Koordinator Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Muh. Sulfan Tanjung mengatakan empat orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka,tiga orang langsung ditahan secara serentak untuk kepentingan proses penyidikan lebih lanjut.
“Penahanan dilakukan serentak Senin (2/9/2024). Kecuali VP yang sampai sekarang belum menyerahkan diri,” kata Sulfan.
Ia menjelaskan, dalam kasus ini pihaknya lebih memfokuskan pada penyelenggaraan dari penggunaan anggaran, sebab dalam realisasi penggunaan anggaran tidak sesuai dengan peruntukan. Bahkan ada anggaran-anggaran lainnya yang tidak ada hubungannya dengan PON.
“Cara-cara ini yang berefek kepada ketidakmampuan PB PON untuk menyelesaikan tagihan kepada pihak-pihak vendor. Ini yang kami lakukan demi penegakkan hukum,” tegasnya.
Sulfan menambahkan, untuk kasus PON pihaknya sudah memeriksa sekitar 65 saksi dan 2 ahli yakni ahli Kerugian Keuangan Negara dan Ahli Hukum Keuangan Negara.
“Kasus ini akan kami kembangkan terus, mengingat banyak penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan,” ujarnya.
Editor : Chanry Suripatty