SORONG KOTA, iNewssorongraya.id – Polemik sengketa klaim kepemilikan tanah adat di Sorong memanas. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sorong dalam perkara nomor 43/Pdt.G/2025/PN Son menuai perbedaan pandangan tajam antara penggugat dan tergugat, hingga berujung pada pelaporan hakim ke Komisi Yudisial (KY) oleh pihak penggugat.
Penggugat, Nomensen Osok, melalui kuasa hukumnya menilai majelis hakim tidak fair dalam memberikan putusan. Mereka melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim ke KY, menyebut adanya ketidakadilan dan penyimpangan dalam pertimbangan hukum. “Kami telah melaporkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan majelis hakim PN Sorong terkait perkara nomor 43/Pdt.G/2025/PN Son,” ujar Kuasa Hukum Nomensen Osok, Rifal Kasim Pary.
Sementara itu, pihak tergugat, Lewi Osok dan Elia Osok, justru menilai pertimbangan hukum hakim sudah tepat. Melalui Kuasa Hukum dari Kantor Hukum Jatir Yuda Marau & Partner’s, Fransischo S. Suwatalbessy, mereka menegaskan bahwa putusan PN Sorong yang menerima eksepsi kurang pihak (plurium litis consortium) telah sesuai fakta persidangan dan hukum acara perdata.
“Kami hargai laporan ke KY oleh Kuasa Hukum Nomensen Osok, namun perlu kami tegaskan hakim yang memeriksa perkara tersebut telah tepat dan benar dalam memberikan pertimbangan putusan berdasarkan fakta persidangan,” kata pria yang akrab disapa Isco, Jumat (15/8/2025) di Sorong.
Isco membantah tuduhan bahwa eksepsi hakim hanya didasari keributan saat sidang pemeriksaan setempat. Menurutnya, majelis hakim memutus setelah menemukan fakta adanya pihak lain, yakni Marga Osok Abainso Kabanolo, yang menguasai sebagian objek sengketa. Temuan itu diperkuat bukti surat dan kesaksian saksi saat pemeriksaan di lapangan.
Kuasa hukum tergugat juga menyoroti ketidakjelasan letak dan luas objek tanah yang diklaim penggugat. Penggugat menyebut lokasi sengketa berada di Kampung Maibo seluas 335 hektare, namun bukti di persidangan menunjukkan tanah berada di Kampung Klasigi dan Kampung Klagiwala, Distrik Sorong dan Makbon. “Ketidakjelasan letak ini membuat klaim kepemilikan penggugat kabur dan tidak memenuhi syarat formil,” tegas Isco.
Laporan Polisi atas Dugaan Penganiayaan
Perseteruan kian memanas setelah salah satu saksi penggugat diduga menyerang Lewi Osok beberapa hari lalu. “Klien kami diserang dengan alasan mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Ini membuktikan klaim pihak penggugat tidak konsisten,” ujar Isco.
Atas kejadian itu, Lewi Osok resmi melaporkan kasus penganiayaan dan pengeroyokan ke Polres Sorong pada 9 Agustus 2025. Pihak kuasa hukum meminta kepolisian segera menindaklanjuti demi menjaga ketertiban di lokasi sengketa.
Langkah Banding Berlanjut
Di tengah kisruh ini, pihak penggugat telah mengajukan memori banding, sementara pihak tergugat melayangkan kontra memori banding pada 14 Agustus 2025 ke Pengadilan Tinggi Papua Barat. Pihak tergugat meminta putusan PN Sorong tetap dikuatkan.
Sengketa tanah adat yang melibatkan keluarga besar Marga Osok ini diprediksi akan terus bergulir, tidak hanya di meja hijau tetapi juga di ruang publik, mengingat luas lahan yang dipersoalkan mencapai ratusan hektare dan melibatkan banyak pihak.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait