MAKASSAR, iNewssorongraya.id – Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) dinilai memiliki dampak besar terhadap ketahanan energi nasional serta mendorong efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro, dalam kegiatan Media Gathering Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina 2025 di Makassar, Senin (23/6/2025).
Menurut Hudi, keberlanjutan bisnis energi di Indonesia sangat bergantung pada kinerja sektor hulu migas. Selain menjadi penyumbang penerimaan negara terbesar setelah pajak, sektor ini juga menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan agenda pembangunan nasional.
“Selama 22 tahun terakhir, industri hulu migas telah menyumbang Rp 5.045 triliun kepada negara. Kini, 70 persen produksi gas dalam negeri sudah dialokasikan untuk kebutuhan domestik,” ujar Hudi.
Ia menegaskan bahwa tren eksplorasi migas kini telah mengalami pergeseran dari dominasi minyak ke dominasi gas. Temuan baru seperti di kawasan Andaman, Layaran, dan Tangkulo menjadi bukti besarnya potensi cadangan gas di tanah air.
“Ini menempatkan Indonesia kembali di peta dunia dan menarik minat investor global untuk menanamkan modal di sektor eksplorasi migas,” jelasnya.
Hudi juga menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi global yang stagnan—berkisar di bawah 3 persen—berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia yang masih mampu tumbuh sekitar 5 persen. Target pemerintah mencapai pertumbuhan 8 persen dinilai sangat mungkin jika proyek-proyek migas yang sudah ditemukan segera di-onstream-kan.
“Proyek-proyek seperti di Cakrik, Muara Bakau, hingga JTB sudah berjalan. Saatnya percepat realisasi agar multiplier effect-nya bisa dirasakan lebih luas,” tegasnya.
Selain percepatan proyek, Hudi juga menyoroti pentingnya pengembangan energi bersih seperti Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). Hal ini selaras dengan tren global yang kini mengarah pada energi hijau.
“Kami melihat tren investasi global makin condong ke energi bersih. Maka kita harus segera masuk ke arah itu,” katanya.
Lebih jauh, ia memaparkan proyeksi lembaga internasional terkait posisi Indonesia dalam perekonomian global. Berdasarkan estimasi IMF dan PWC, Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi keempat dunia pada 2050, yang secara otomatis akan meningkatkan konsumsi energi nasional.
Dalam konteks Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Hudi mengingatkan bahwa meskipun energi baru dan terbarukan terus dikembangkan, Indonesia belum bisa sepenuhnya lepas dari ketergantungan pada energi fosil.
“Konsumsi minyak diperkirakan naik 130 persen dan gas 298 persen. Masih banyak ruang kontribusi dari industri hulu migas,” jelasnya.
Terkait hal itu, Hudi menyebut tiga program prioritas nasional yang menjadi ruang kontribusi besar sektor ini, yakni swasembada energi, net zero emission, dan hilirisasi berbasis SDA.
Hudi pun menekankan pentingnya peran media dalam menyampaikan informasi positif tentang industri migas kepada masyarakat.
“Persepsi masyarakat sangat menentukan keberhasilan operasi migas di daerah. Media berperan penting agar tak terjadi miskomunikasi,” ujarnya.
Senada dengan itu, Manager Comrel & CID Regional Indonesia Timur, Rahmat Drajat, menegaskan bahwa sustainability menjadi kata kunci dalam bisnis migas Pertamina.
“Peran humas dan media sangat strategis untuk mengedukasi publik serta menjadi jembatan umpan balik demi perbaikan berkelanjutan,” kata Rahmat di hadapan 104 perwakilan media dari berbagai wilayah Indonesia Timur.
Editor : Hanny Wijaya