WAISAI, iNewssorongraya.id – Aksi penolakan terhadap aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (26/5/2025), menarik perhatian dunia. Sejumlah wisatawan asing tampak bergabung dalam long march yang digelar masyarakat dan aktivis lingkungan menuju Gedung DPRD Raja Ampat.
Long march dimulai pukul 08.30 WIT dari Sekretariat Perjampat di depan Bank Papua Waisai. Massa yang terdiri dari Aliansi Jaga Alam Raja Ampat, komunitas pariwisata, serta warga adat, melakukan konvoi damai sambil menggelar orasi di sepanjang rute, termasuk di Bundaran Pos Lantas, sebelum akhirnya tiba di Kantor DPRD Raja Ampat.
Sejumlah wisatawan mancanegara ikut demo tolak aktifitas tambang nikel di Raja Ampat dan Cabut IUP PT. Mulia Raymond Perkasa. [FOTO : Tangkapan Layar Live Facebook Mike Sada]
Yang membuat aksi ini menjadi sorotan internasional adalah keterlibatan wisatawan mancanegara yang turut melangkah bersama warga. Mereka menyatakan solidaritas atas ancaman yang dihadapi kawasan konservasi laut dan pariwisata kelas dunia tersebut.
“Saya datang ke Raja Ampat karena keindahan alam dan budaya lokalnya. Tambang akan menghancurkan itu semua. Kami berdiri bersama masyarakat lokal,” ujar salah satu turis asal Jerman yang ikut aksi.
Koordinator lapangan aksi, Yoppy Mambrasar, menyuarakan tuntutan utama massa agar pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Mulia Raymond Perkasa. Perusahaan tersebut diketahui mendapat konsesi lahan seluas 2.193 hektar di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, Distrik Waigeo Barat Kepulauan.
“Aktivitas tambang ini mengancam keberlangsungan ekosistem hutan lindung dan laut Raja Ampat yang merupakan jantung pariwisata dunia dan wilayah adat masyarakat suku Betew dan Maya,” tegas Yoppy.
Ratusan massa demo tolak aktifitas tambang nikel di Raja Ampat dan Cabut IUP PT. Mulia Raymond Perkasa. [FOTO : iNewssorongraya.id-CHAN]
Dalam orasinya, massa mengecam keras bisnis ekstraktif yang akan membuka areal hutan dan berpotensi mencemari ekosistem laut yang selama ini menjadi daya tarik wisata dunia. Mereka menegaskan bahwa wilayah tersebut merupakan tanah adat dan bagian dari kawasan hutan lindung yang tak bisa dikorbankan demi kepentingan industri tambang.
Hingga berita ini diturunkan, massa aksi masih berada di halaman DPRD Raja Ampat dan tengah melakukan orasi. Sejumlah anggota DPRD dilaporkan telah menerima perwakilan demonstran untuk berdialog.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait