Jayapura, iNewssorongraya.id – Teror bom molotov yang menghantam Kantor Redaksi Jubi di Jalan SPG Teruna Waena, Kota Jayapura, Papua, pada 16 Oktober 2024 dini hari, kembali mencuat ke publik. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPR Papua pada Jumat (16/5/2025), muncul dugaan serius bahwa pelaku pelemparan bom tersebut adalah anggota TNI aktif.
Dua nama disebut dalam forum RDP antara DPR Papua, Polda Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, serta Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua. Mereka adalah Sertu Devrat dan Praka Arga Wisnu Tribaskara, anggota Detasemen Intelijen TNI AD.
“Karena ketika kasus ini dinyatakan lengkap dari sisi penyidikan dan dilimpahkan, kami tahu kasus itu sudah cukup bukti. Namun kami dengar bahwa kasus Jubi dikembalikan oleh Pomdam Cenderawasih ke Polda Papua karena dianggap tidak cukup bukti,” ungkap kuasa hukum Jubi, Simon Pattiradjawane.
Penyidikan Berjalan, Berkas Dikembalikan
Polda Papua melalui Direktur Reskrimum, Kombes Pol Achmad Fauzi Dalimunthe, menyatakan bahwa pihaknya telah memeriksa sembilan saksi, menyita barang bukti berupa serpihan bom molotov, rekaman CCTV, serta dua unit kendaraan operasional Jubi yang rusak akibat ledakan.
“Dari keterangan para saksi, dua orang terduga pelaku adalah Sertu Devrat dan Praka Wisnu. Mereka sering terlihat oleh saksi di lokasi. Kami sudah melengkapi penyidikan dengan Inafis Portable System, tapi karena pelaku adalah anggota militer, kewenangan selanjutnya kami serahkan ke Kodam Cenderawasih,” kata Fauzi.
Namun, Wakil Asisten Intelijen Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Budi Suradi, menyatakan bahwa dari delapan saksi yang mereka periksa, sebagian besar memberikan keterangan yang berbeda dengan yang ada di Polda Papua. Salah satu saksi, kata dia, bahkan diketahui sebagai pengedar minuman keras.
“Kalau kesaksian saksi ini lemah dan tidak konsisten, kita tidak bisa lanjut. Saksi tidak menyebut nama pelaku, hanya menunjuk foto yang ditunjukkan penyidik. Bahkan saat kami tanya, mereka mengaku tidak kenal dengan nama-nama itu,” ujar Budi Suradi.
Dugaan Intervensi dan Intimidasi terhadap Saksi
Tim kuasa hukum Jubi menilai perbedaan hasil investigasi dua institusi ini menunjukkan tidak adanya sinergi dalam penegakan hukum. Mereka juga mengungkap adanya dugaan intimidasi terhadap saksi.
“Saksi kunci justru memilih keluar dari Jayapura karena merasa terancam. Ia sempat ditawari uang agar diam. Ini bentuk ancaman nyata terhadap saksi. Kami minta kasus ini segera dibawa ke pengadilan militer untuk kejelasan hukum,” tegas tim hukum.
Gustaf Kawer, anggota tim kuasa hukum, menyatakan keheranannya atas lambannya pengungkapan kasus ini. Ia menyebutkan, “Lokasi kejadian berada sangat dekat dengan pos TNI, Polsek, dan Polda Papua. Tapi sampai sekarang pelaku tidak berhasil diungkap?”
DPR Papua Tekankan Urgensi Penyelesaian Kasus
Anggota Komisi I DPR Papua, Adam Arisoi, menilai kasus ini mengganggu rasa aman masyarakat dan meminta TNI-Polri bertanggung jawab secara terbuka.
“Ini bukan semata urusan antara institusi. Ini tentang keselamatan warga dan kebebasan pers. Saya harap kasus bom molotov ini tidak berhenti di sini. Semua pihak harus cari keadilan sampai tuntas,” tegas Arisoi.
Sementara Sekretaris Komisi I, Hermes Hein Ohee, menekankan pentingnya mengungkap motif pelaku. “Apakah ini ada unsur pribadi, institusional, atau perintah? Karena Jubi sudah berulang kali diteror,” katanya.
Desakan Publik: Jangan Biarkan Kasus Mengendap
RDP yang berlangsung selama beberapa jam itu berakhir tanpa kesimpulan tegas. Namun publik kini menantikan langkah lanjut dari institusi militer untuk membuktikan komitmennya dalam menegakkan hukum secara transparan.
“Jika terduga pelaku adalah anggota TNI, maka institusi militer harus bersikap terbuka dan tidak terkesan membela. Kita bicara soal keadilan dan keselamatan jurnalis di tanah konflik,” pungkas Simon Pattiradjawane.
Editor : Hanny Wijaya
Artikel Terkait